Kesesatan Hizbut Tahrir yang tidak beriman kepada siksa kubur
Dalil bela negara (1) dari Piagam madinah – kenapa khilafah kaum khawarij menyembunyikan fakta piagam madinah
bagaimana rasulullah membangun negara madinah yang beragam suku dan agama…
negara dengan penduduk muslim, yahudi, nasrani dan suku suku non moslem
dalil bela negara 1 (dari piagam madinah)
kewajiban membela kota yatsrib (madinah) adalah kewajiban semua warga yatsrib baik orang muslim/ non muslim/ orang asli madinah / pendatang
download piagam madinah
http://simbi.kemenag.go.id/pustaka/images/materibuku/TEKS%20PIAGAM%20MADINAH.pdf

Kesalahan Habib penguasa makkah berkerja sama dengan british memberontak kepada khalifah usmani
kesalahan habaib penguasa makkah berkomplot dengan british dan memberontak kepada khalifah turki usmani
setelah hijaz lepas dari turki, british bergabung dengan wahaby saud menyerang habaib makkah
#intinya british hanya memanfaatkan para habaib untuk memprovokasi bangsa arab untuk memberontak pada khalifah turki usmani

Menjawab fitnah wahaby pada “pengurusan jenazah”
Jawaban Ibnu Hajar Al-Haitami: Itu bid’ah. Siapa yang meyakini itu disunahkan ketika menurunkan jenazah ke kubur, karena disamakan dengan anjuran adzan dan iqamah untuk bayi yang baru dilahirkan, menyamakan ujung akhir manusia sebagaimana ketika awal ia dilahirkan, adalah keyakinan yang salah. Apa yang bisa menyamakan dua hal ini. Semata-mata alasan, yang satu di awal dan yang satu di ujung, ini tidaklah menunjukkan adanya kesamaan. (Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubra, 3:166).
Sumber : http://www.muslimoderat.net/2015/10/meluruskan-ustadz-badrussalam-rodja-tv.html#ixzz4hUYJnSKk

Bukti resmi FPI (front pembela islam) habib riziq shihab pendukung teroris takfiri ISIS dan al-qaeda
Hadis tentang Khawarij Takfiri (teroris wahaby) dan Dajjal akan muncul dikalangan mereka
–Larangan Menafsirkan Dengan Pendapatnya Sendiri dan 15 cabang ilmu yg harus dikuasai ahli tafsir alqur’an–
Larangan menafsirkan agama menurut pendapat sendiri.
“barang siapa yang menafsirkan al-Qur’an menurut pendapatnya sendiri, hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya dari api neraka” (HR. Muslim)
Allah berfirman:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
“janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya” (al-Isra: 36)
Umar bin Khaththab berkata: “berprasangka buruklah kepada pendapatmu sendiri dalam urusan agama”
SEBELUM ANDA INGIN MANAFSIRKAN AL QUR’AN KUASAI DULU 15 BIDANG ILMU BERIKUT :
1. Ilmu Lughat (filologi), yaitu ilmu untuk mengetahui arti setiap kata al Quran. Mujahid rah.a. berkata, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka tidak layak baginya berkomentar tentang ayat-ayat al Quran tanpa mengetahui ilmu lughat. Sedikit pengetahuan tentang lughat tidaklah cukup karena kadangkala satu kata mengandung berbagai arti. Jika mengetahui satu atau dua arti, tidaklah cukup. Bisa jadi kata itu mempunyai arti dan maksud yang berbeda.
2. Ilmu Nahwu (tata bahasa), Sangat penting mengetahui ilmu Nahwu, karena sedikit saja I’rab (bacaan akhir kata) berubah akan mengubah arti perkataan itu. Sedangkan pengetahuan tentang I’rab hanya didapat dalam ilmu Nahwu.
3. Ilmu Sharaf (perubahan bentuk kata), Mengetahui Ilmu sharaf sangat penting, karena perubahan sedikit bentuk suatu kata akan mengubah maknanya. Ibnu Faris berkata, “Jika seseorang tidak mempunyai ilmu sharaf, berarti ia telah kehilangan banyak hal.” Dalam Ujubatut Tafsir, Syaikh Zamakhsyari rah.a. menulis bahwa ada seseorang yang menerjemahkan ayat al Quran yang berbunyi:
“(Ingatlah) pada suatu hari (yang pada hari itu) kami panggil setiap umat dengan pemimpinya. “(Qs. Al Isra [17]:71)
Karena ketidaktahuannya tentang ilmu sharaf, ia menerjemahkan ayat itu seperti ini:“pada hari ketika manusia dipanggil dengan ibu-ibu mereka.” Ia mengira bahwa kata ‘imaam’ (pemimpin) yang merupakan bentuk mufrad (tunggal) adalah bentuk jamak dari kata ‘um’ (ibu). Jika ia memahami ilmu sharaf, tidak mungkin akan mengartikan ‘imaam’ sebagai ibu-ibu.
4. Imu Isytiqaq (akar kata, Mengetahui ilmu isytiqaq sangatlah penting. Dengan ilmu ini dapat diketahui asal-usul kata. Ada beberapa kata yang berasal dari dua kata yang berbeda, sehingga berbeda makna. Seperti kata ‘masih’ berasal dari kata ‘masah’ yang artinya menyentuh atau menggerakkan tangan yang basah ke atas suatu benda, atau juga berasal dari kata ‘masahat’ yang berarti ukuran.
5. Ilmu Ma’ani, Ilmu ini sangat penting di ketahui, karena dengan ilmu ini susunan kalimat dapat di ketahui dengan melihat maknanya.
6. Ilmu Bayaan, Yaitu ilmu yang mempelajari makna kata yang zhahir dan yang tersembunyi, juga mempelajari kiasan serta permisalan kata.
7. Ilmu Badi’, yakni ilmu yang mempelajari keindahan bahasa. Ketiga bidang ilmu di atas juga di sebut sebagai cabang ilmu balaghah yang sangat penting dimiliki oleh para ahli tafsir. Al Quran adalah mukjizat yang agung, maka dengan ilmu-ilmu di atas, kemukjizatan al Quran dapat di ketahui.
8. Ilmu Qira’at, Ilmu ini sangat penting dipelajari, karena perbedaan bacaan dapat mengubah makna ayat. Ilmu ini membantu menentukan makna paling tepat di antara makna-makna suatu kata.
9. Ilmu Aqa’id, Ilmu yang sangat penting di pelajari ini mempelajari dasar-dasar keimanan, kadangkala ada satu ayat yang arti zhahirnya tidak mungkin diperuntukkan bagi Allah swt. Untuk memahaminya diperlukan takwil ayat itu, seperti ayat:
“Tangan Allah di atas tangan mereka.” (Qs. Al Faht 48]:10)
10. Ushu l Fiqih, Mempelajari ilmu ushul fiqih sangat penting, karena dengan ilmu ini kita dapat mengambil dalil
dan menggali hukum dari suatu ayat.
11. Ilmu Asbabun-Nuzul, Yaitu ilmu untuk mengetahui sebab-sebab turunnya ayat al Quran. Dengan mengetahui sebab-sebab turunnya, maka maksud suatu ayat mudah di pahami. Karena kadangkala maksud suatu ayat itu bergantung pada asbabun nuzul-nya.
12. Ilmu Nasikh Mansukh, Dengan ilmu ini dapat dipelajari suatu hokum uang sudah di hapus dan hokum yang masih tetap berlaku.
13. Ilmu Fiqih, Ilmu ini sangat penting dipelajari. Dengan menguasai hokum-hukum yang rinci akan mudah mengetahui hukum global.
14. Ilmu Hadist, Ilmu untuk mengetahui hadist-hadist yang menafsirkan ayat-ayat al Quran.
15. Ilmu Wahbi, Ilmu khusus yang di berikan Allah kepada hamba-nya yang istimewa, sebagaimana sabda Nabi Saw..,,
“Barangsiapa mengamalkan apa yang ia ketahui, maka Allah akan memberikan kepadanya ilmu yang tidak ia ketahui.”
Juga sebagaimana disebutkan dalam riwayat, bahwa Ali r.a. pernah ditanya oleh seseorang, “Apakah rasulullah telah memberimu suatu ilmu atau nasihat khusus yang tidak di berikan kepada orang lain?” Maka ia menjawab, “Demi Allah, demi Yang menciptakan Surga dan jiwa. Aku tidak memiliki sesuatu yang khusus kecuali pemahaman al Quran yang Allah berikan kepada hamba-Nya.” Ibnu Abi Dunya berkata, “Ilmu al Quran dan pengetahuan yang didapat darinya seperti lautan yang tak bertepi.
Ilmu-ilmu yang telah diterangkan di atas adalah alat bagi para mufassir al Quran. Seseorang yang tidak memiliki ilmu-ilmu tersebut lalu menfsirkan al Quran, berarti ia telah menafsirkannya menurut pendapatnya sendiri, yang larangannya telah di sebutkan dalam banyak hadist. Para sahabat telah memperoleh ilmu bahasa Arab secara turun temurun, dan ilmu lainnya mereka dapatkan melalui cahaya Nubuwwah.
Iman Suyuthi rah.a. berkata, “Mungkin kalian berpendapat bahwa ilmu Wahbi itu berada di luar kemampuan manusia. Padahal tidak demikian, karena Allah sendiri telah menunjukkan caranya, misalnya dengan mengamalkan ilmu yang dimiliki dan tidak mencintai dunia.”
Tertulis dalam Kimia’us Sa’aadah bahwa ada tiga orang yang tidak akan mampu menafsirkan al Quran:
(1) Orang yang tidak memahami bahasa Arab.
(2) Orang yang berbuat dosa besar atau ahli bid’ah, karena perbuatan itu akan membuat hatinya menjadi gelap dan menutupi pemahamannya terhadap al Quran.
(3) Orang yang dalam aqidahnya hanya mengakui makna zhahir nash. Jika ia membaca ayat-ayat al Quran yang tidak sesuai dengan pikirannya (logikanya), maka ia akan gelisah. Orang seperti ini tidak akan mampu memahami al Quran dengan benar.

TERJEMAH KITAB MABADI AL-AWALIYAH ( kaidah Ushul Fiqh Sunni Syafi’iyyah )
SEKAPUR SIRIH
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله رب العلمين الصلاة والسلام علي سيدنا محمد صلي الله عليه وسلم الذي قال “طلب العلم فريضة علي كل مسلم ومسلمة ” وعلي أله وأصحابه أجمين
Puji syukur, kami haturkan kepada Allah ‘azza wa jalla. Shalawat serta salam dari Allah semoga tercurahkan kepada beliau uswah al-hasanah Muhammad SAW. Al-nabiy, al-rosul ‘ala al-alamiin.
Berawal dari sebuah obrolan ma’a ashabiy alias bareng teman-teman sambil ngopi dan nyete 76 diwarung selatan pondok putra Ponpes An-nawawi, kemudian berlanjut pada bahasan yang lebih serius untuk belajar ushul fiqh dengan metode diskusi -walaupun diskusinya belum berjalan seperti yang diinginkan-, kami dan teman-teman mencoba untuk belajar membaca dan memahamui kitab usul fiqh Mabadi’ al-Awaliyah. Kemudian kami berniat untuk menterjemahkannya. Termotivasi oleh semangat beliau mas H. M. Khoirul Fata (al-marhum) “ghofara Allah lah” dalam belajar ketika beliau masih bersama-sama kami (fi hayati al-dunya) serta dengan harapan semoga kami dan teman-teman santri PP. An-Nawawi bisa mempunyai semangat seperti beliau dalam belajar. Dan yang pasti beliau KH. Achmad Chalwani beserta zdurriyahnya ridho pada kita sehingga Allah pun ridha pada kita.
Harapan kami, terjemahan kitab Mabadi’ al-Awaliyah ini dapat menjadi motivasi para santri khususnya teman-teman di PP. An-Nawawi Berjan Purworejo dalam bwelajar baik dengan metode membaca, menulis atau lainnya. Dan semoga bisa menjadikan washilah bagi kami untuk mendapatkan ilmu yang nafi’ fiy al-dunya wa al-akhirat.
Tidak lupa ucapan terimakasih kami kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penterjemahan ini. Terlebih guru fan kitab Mabadi’ al-Awaliyah kami yaitu bapak Sahlan, S.Ag., MSI.dan mustahiq kelas II MDU yang senantiasa memberi suport dan membesarkan hati kami sehingga dengan kemampuan yang kami miliki akhirnya dapat terselesaikan apa yang telah menjadi harapan kami. Terakhir, untuk koreksi, tentunya dalam terjemahan ini tidak sesempurna sesuai apa yang diharapkan. Apabila ditemukan kekurangan sangat kami harapkan masukan dan saran dari para pembaca yang budiman.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Berjan, 9 juni 2009-06-09
TTM
DAFTAR ISI
Halaman Judul I
Sambutan Mustahiq II
Sekapur sirih III
Daftar isi IV
1. Al-Qism al-awwal Ushul al-Fiqh 1
2. Al-Ahkam 2
3. Al-Mabhats al-awwal fiy al-Amr 4
4. Al-Mabhats al-tsani fiy al-Nahyi 5
5. Al-Mabhats al-talits fiy al-‘Am 7
6. Al-Mabhats al-al-rabi’ fiy al-Khas wa al-Takhshis 8
7. Al-Mabhats al-khamis fiy al-Naskh 12
8. Al-Mabhats al-sadis fiy al-Mujmal 15
9. Al-Mabhats al-sabi’ fiy al-Muthlaq wa al-Muqayyad 16
10. Al-Mabhats al-tsamin fiy al-Mafhum wa al-Mantuq 17
11. Al-Mabhats al-tasi’ fiy Fi’l shahib al-syari’ah 19
12. Al-Mabhats al-‘asyir fiy Iqrar shahib al-syari’ah 20
13. Al-Mabhats al-hadiy ‘asyara fiy al-Ijma’ 21
14. Al-Mabhats al-tsani ‘asyara fiy al-Qiyas 22
15. Al-Mabhats al-tsalits ‘asyara fiy al-Ijtihad, al-Ittiba’, al-Taqlid 23
16. Al-Qism al-tsani Qawa’id al-Fiqh 25
17. Kaidah ke-1 25
18. Kaidah ke-2 25
19. Kaidah ke-3 25
20. Kaidah ke-4 26
22. Kaidah ke-6 27
21. Kaidah ke-5 26
23. Kaidah ke-7 27
24. Kaidah ke-8 27
25. Kaidah ke-9 28
26. Kaidah ke-10 28
27. Kaidah ke-11 28
28. Kaidah ke-12 29
29. Kaidah ke-13 30
30. Kaidah ke-14 30
31. Kaidah ke-15 30
32. Kaidah ke-16 31
33. Kaidah ke-17 31
34. Kaidah ke-18 31
35. Kaidah ke-19 32
36. Kaidah ke-20 32
37. Kaidah ke-21 33
38. Kaidah ke-22 33
39. Kaidah ke-23 33
40. Kaidah ke-24 34
41. Kaidah ke-25 34
42. Kaidah ke-26 35
43. Kaidah ke-27 35
44. Kaidah ke-28 35
45. Kaidah ke-29 36
46. Kaidah ke-30 36
47. Kaidah ke-31 37
48. Kaidah ke-32 37
49. Kaidah ke-33 37
50. Kaidah ke-34 38
51. Kaidah ke-35 38
52. Kaidah ke-36 38
53. Kaidah ke-37 39
54. Kaidah ke-38 39
55. Kaidah ke-39 39
56. Kaidah ke-40 40
﴿ القسم الأول ﴾
فى اصول الفقه
الأصل لغة ما بني عليه غيره كأصل الشجرة أي أساسه وأصل الشجرة أى طرفها الثابت فى الأرض فأصول الفقه أساسه والفرع ما بني عليه غيره كفروع الشجرة لأصلها وفروع الفقه لأصوله
والأصل إصطلاحا يقال على الدليل والقاعدة الكلية كقولهم أصل وجوب الصلاة الكتاب أي الدليل على وجوبها الكتاب قال الله تعالى أقيموا الصلاة…الاية وقولهم إباحة الميتة للمضطر خلافُ الاصل اي مخالف للقاعدة الكلية وهي كل ميتة حرام قال الله تعالى انما حرم عليكم الميتة…الاية
أصول الفقه دليل الفقه على سبيل الاجمال كقولهم : مطلق الأمر للوجوب ومطلق النهي للتحريم ومطلق فعل النبى صلى الله عليه وسلم ومطلق الاجماع ومطلق القياس حجج
الفقه لغة الفهم فقهت كلامك أى فهمته وﺇصطلاحا العلم بالأحكام الشرعية التى طريقها الاجتهاد كالعلم بأن النية فى الوضوء واجبة ونحو ذلك من المسايل الاجتهادية قال النبي صلى الله عليه وسلم ” ﺇنما الأعمال بالنية ” رواه البخارى. بخلاف العلم بالأحكام التى ليس طريقها الاجتهاد كالعلم بأن الصلوات الخمس واجبة وأن الزنا محرم ونحو ذلك من المسايل القطعية فلا يسمى العلم بما ذكر فقها.
العلم : صفة ينكشف بها المطلوب ﺇنكشافا تاما
والجهل : عدم العلم بالشيء
والظن : الادراك الراجح لأحد الأمرين
والوهم الادراك المرجوح لأحد الأمرين
والشك : الادراك المستوى بين الأمرين
فتردد فى قيام زيد ونفيه على السواء شك ومع رجحان الثبوت والانتفاء ظن ومع مرجوح فى أحدهما وهم والمراد بالعلم فى تعريف الفقه يشمل الظن
BAGIAN AWAL
USHUL FIQH
Asal (al-ashlu) secara bahasa adalah sesuatu yang menjadi sandaran. Seperti akar yang menjadi dasar tumbuhnya sebuah pohon dan ushul al-fiqh yang menjadi pondasi fiqh. Sedangkan cabang (al-far’) adalah sesuatu yang dididrikan diatas sesuatu yang lain. Seperti cabang-cabang pohon (batang dan lainnya) yang berdiri diatas akarnya, dan fiqh yang berdiri diatas ushul-nya.
Menurut istilah asal adalah dalil dan kaidah kulliyat. Seperti perkataan ulama’ bahwa dasar wajibnya shalat adalah al-Kitab (al-Quran). Maksudnya dalil yang mewajibkan shalat adalah al-Quran. Allah berfirman dalam QS. al-Baqarah (2): 43.
…الاية
Artinya : “….dan dirikanlah shalat…”
Pendapat ulama’ yang menyatakan diperbolehkannya memakan bangkai dalam kondisi darurat (emergency), adalah bertentangan dengan kaidah kulliyat yang berbunyi; “kullu mayyitah harām” artinya : setiap bangkai haram hukumnya. Kaidah ini bersumber dari firman Allah SWT. Yang berbunyi :
” ” انما حرم عليكم الميتة
Ushul fiqh merupakan dalil fiqh global. Seperti kemutlakan amr (perintah) menunjukkan makna wajib, mutlaknya nahi (larangan) menunjukkan keharaman, mutlaknya perbuatan Nabi (af’al al-Nabi), mutlaknya ijma’, dan mutlaknya qiyas yang kesemuanya itu merupakan hujjah.
lafal “fiqh” dalam bahasa Arab mempunyai arti faham (al-fahm). Sedangkan dalam terminologi syar’iy, fiqh ialah mengetahui hukum-hukum syari’at yang diperoleh dengan jalan ijtihad. Seperti mengetahui bahwa niat dalam wudhu merupakan suatu kewajiban, dan berbagai permasalahan lain yang masuk dalam ranah ijtihadiyah. Fiqh, berbeda dengan hukum-hukum syari’at yang diketahui tanpa menggunakan metode ijtihad. Seperti mengetahui bahwa shalat lima waktu adalah wajib, perbuatan zina adalah haram, dan berbagai permasalahan lain yang ditetapkan dengan dalil qath’iy. Ilmu seperti ini tidak dinamakan fiqih.
Sedangkan ilmu (العلم) adalah sifat yang dengannya sesuatu yang di kehendaki bisa diketahui dengan sempurna. bodoh (الجهل) adalah tidak adanya pengetahuan akan sesuatu perkara. Dzan (الظن) adalah menilai sesuatu yang lebih kuat dari dua perkara. Wahm (الوهم) adalah menemukan sesuatu yang kurang kuat dari dua perkara. Syak (الشك) adalah menemukan persamaan pada dua perkara.
Keraguan yang timbul tentanga antara apakah seseorang bernama Zaid sedang berdiri atau tidak yang sama-sama kuat dinamakan syak, jika lebih unggul salah satunya dinamakan dzan, dan ketika mengunggulkan salah satu antara keadaan Zaid sedang berdiri atau tidak sedang berdiri dinamakan wahm. Dalam kaitan ini, ilmu dalam pengertian fiqih mengandung pengertian dzan (prasangka). Maksudnya, sebagaimana dalam pembahasan selanjutnya, akan diketemukan adanya kaidah yang menyatakan bahwa produk ijtihad sebagai salah satu mekanisme metode penggalian hukum dalam islam masuk dalam kategori zdanniy (prasangka) dan bukannya qath’iy (pasti).
﴿ الأحكام ﴾
الأحكام تسعة : الواجب والمندوب والمباح والحرام والمكروه والصحيح والباطل والرخصة والعزيمة.
فالواجب : مايثاب على فعله ويعاقب على تركه . كالصلوات الخمس وصوم رمضان.
المندوب : مايثاب على فعله ولايعاقب على تركه . كتحية المسجد.
الحرام : مايثاب على تركه ويعاقب على فعله . كالربا وفعل المفسدة
المكروه : مايثاب على تركه ولايعاقب على فعله . كتقديم اليسرى على اليمنى فى الوضوء
المباح : ما لا يثاب على فعله ولايعاقب على تركه . كالنوم فى النهار.
الصحيح : ما يجتمع فيه الركن والشرط
الباطل : ما لا يجتمع فيه الركن والشرط
الركن : ما يتوقف عليه صحة الشيء وكان جزأ منه. كغسل الوجه للوضوء وتكبيرة الاحرام للصلاة
الشرط : ما يتوقف عليه صحة الشيء وليس جزأ منه. كماء مطلق للوضوء وستر العورة للصلاة.
الرخصة : هي الحكم الذى يتغير من سعوبة الى سهولة مع قيام سبب الحكم الاصلي . كجوز الفطر للمسافر لا يجهده الصوم وأكل الميتة للمضطر
العزيمة : هي الحكم كوجوب الصلوابت الخمس وحرمة اكل الميتة لغير المضطر.
PEMBAGIAN HUKUM SYARI’AT
Al-Ahkam al-Syar’iy (hukum-hukum syariat) dibagi menjadi sembilan, yaitu: wajib, mandub, mubah, haram, makruh, sahih, bathil, rukhshah dan ‘azimah. Adapun definisi masing-masing sembilan hukum tersebut adalah sebagai berikut:
1. Wajib, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan ketika ditinggalkan akan disiksa. Seperti shalat lima waktu dan puasa Ramadhan.
2. Mandub, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan diberi pahala dan apabila ditinggalkan tidak akan disiksa. Seperti shalat tahiyat masjid.
3. Haram, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan akan diberi pahala dan apabila dikerjakan akan disiksa. Seperti riba dan melakukan kerusakan.
4. Makruh, yaitu sesuatu yang diberi pahala apabila ditinggalkan, tapi tidak disiksa apabila dikerjakan. Seperti mendahulukan bagian yang kiri dalam wudhu.
5. Mubah, yaitu sesuatu yang apabila ditinggalkan dan dikerjakan tidak mendapat pahala dan siksa. Seperti tidur siang hari.
6. Shahih, yaitu sesuatu yang didalamnya mencakup rukun dan syarat.
7. Bathil, yaitu sesuatu yang didalamnya tidak mencakup rukun dan syarat.
Rukun adalah sesuatu yang menyebabakan sahnya sesuatu (pekerjaan) dan ia merupakan bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) itu. Seperti membasuh wajah dalam berwudhu dan takbiratul ihram dalam shalat. Adapun syarat adalah sesuatu yang menyebabkan sahnya sesuatu (pekerjaan), namun ia bukanlah bagian (juz) dari sesuatu (pekerjaan) tersebut.
8. Rukhshah, yaitu perubahan hukum dari berat menjadi ringan, sedangkan sebab hukum asalnya masih tetap. Seperti diperbolehkannya membatalkan puasa bagi musafir meskipun ia tidak merasa keberatan untuk melanjutkan puasanya. Dan diperbolehkan memakan bangkai bagi orang yang terpaksa.
9. ‘Azimah, yaitu hukum seperti kewajiban shalat lima waktu dan haramnya memakan bangkai bagi yang tidak terpaksa.
ويتعلق باصول الفقه مباحث
﴿ المبحث الاول في الامر ﴾
وهو طلب الفعل من الأعلي الي الادني
فيه قواعد :
۱. الاصل فى الامر للوجوب الا ما دل الدليل علي خلافه قال تعالى واقيموا الصلاة واتوا الزكاة…الاية
٢. الاصل فى الامر لا يقتضى التكرار الا ما دل الدليل علي خلافه قال تعالى …الأية
٣. الاصل فى الامر لا يقتضى الفور. لان الغرض منه ايجاد الفعل من غير اختصاص بالزمن الاول دون الزمن الثاني.
٤. الامر بالشيء امر بوسايله. الامر بالصلاة امر بالطهارة.
٥. الامر بالشيء نهي عن ضده. قال الله تعالى •• …الأية
٦. اذا فُعِل المأمور به على وجهه يخرج المأمور عن عهدة الامر. فاذا عدم الشخص الماء فتيمم فصلي خرج عن عهدة الامر. فلا قضاء عليه اذا وجد الماء.
Pembahasan Ke – 1
AL-AMR
Al-Amr (perintah) yaitu tuntutan untuk mengerjakan dari atasan kepada bawahannya. Dalam pembahasan amr ini terdapat beberapa kaidah sebagai berikut :
1. Perintah (amr) pada dasarnya menunjukkan wujub, kecuali ada dalil yang menunjukkan selainnya.
Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2): 43.
…الاية
Artinya: “…dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat…”
2. Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi pengulangan, kecuali ada dalil yang menunjukkan selainnya.
Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2):196.
..الأية
Artinya : “…dan sempurnakanlah haji dan umroh karena Allah…”
3. Perintah (amr) pada dasarnya tidak memiliki konsekuensi untuk segera dikerjakan. Tujuan amr (perintah) adalah terwujudnya suatu pekerjaan tanpa adanya pengkhususan dengan waktu awal.
4. Perintah (amr) terhadap sesuatu berarti juga perintah kepada hal-hal yang menjadi wasilah (medium) timbulnya sesuatu tersebut.
Contoh perintah shalat berarti perintah untuk bersuci.
5. Perintah terhadap sesuatu berarti larangan (nahi) terhadap hal-hal yang berlawanan dengan sesuatu tersebut.
Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2):83.
•• ..الأية
Artinya : “….dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia…”
6. Ketika suatu perintah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuannya maka orang yang dikenai perintah telah terbebas dari ikatan (perjanjian) amr tersebut. seperti ketika seseorang yang tidak menemukan air (untuk wudhu) kemudian tayamum dan mengerjakan shalat, maka ia tidak wajib qadha (mengulang) shalat ketika menemukan air.
﴿ المبحث الثانى فى النهي ﴾
وهو طلب الترك من الاعلي الي الادني
فيه قواعد :
۱. الاصل فى النهي للتحريم الا ما دل الدليل علي خلافه قال تعالى ولا تفسدوا فى الارض بعد اصلاحها.
٢. النهي عن الشيء امربضده. قال تعالى ••
٣. الاصل في النهي يدل على فساد المنهي عنه فى العبادة. كالصلاة الحايض والصومها.
٤. النهي يدل على فساد المنهي عنه فى المعاملات اِنْ رجع النهي الي نفس العقد كما فى بيع الحصاة. نهي صلي الله عليه وسلم عن بيع الحصاة رواه مسلم. ان رجع الى امر خارج عن العقد غير لازم فلا. كما فى البيع وقت نداء الجمعة. قال الله تعالى …الاية. للاخلال بالسعي الواجب الي الجمعة. والاخلال يوجد بالبيع وبغيره كالأكل.
Pembahasan Ke – 2
AL-NAHY
Al-Nahy (larangan) adalah tuntutan untuk meninggalkan (suatu pekerjaan) dari atasan kepada bawahannya. Pembahasan larangan (al-nahy) meliputi beberapa kaidah sebagai berikut:
1. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan keharaman (sesuatu yang dilarang), kecuali adanya petunjuk (dalil) sebaliknya.
2. Larangan (al-nahy) akan suatu hal (dapat diartikan sebagai) perintah akan hal-hal yang berlawanan atau kebalikan dari yang dilarang. Allah berfirman QS. al-Baqarah (2):188.
••
Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
3. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang dalam ibadah. Seperti shalat dan puasanya perempuan yang haidh.
4. Larangan (al-nahy) pada dasarnya menunjukkan rusaknya sesuatu yang dilarang dalam muamalah. Hal ini terjadi ketika larangan itu dikembalikan kepada kondisi akad (nafs al-‘aqd), seperti bai’ al-hashot (jual beli dengan cara melemparkan batu kecil atau spekulasi). Namun ketika larangan itu dikembalikan kepada sesuatu yang keluar dari transaksi (faktor eksternal) yang tidak tetap, maka sesuatu yang dilarang tersebut tidak rusak. Seperti hanya jual beli pada waktu adzan jum’at.
Firman Allah SWT dalam QS. Al-Jum’ah (62):9.
Artinya : “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. al-Jum’ah 9).
﴿ المبحث الثالث فى العام ﴾
وهو ما عم شييين فصاعدا من غير حصر. والالفاظ الموضحة له اربعة :
الاسم الواحد المعرف باللام قال تعالى ” • …الاية ”
والاسم الجمع المعرف باللام قال تعالى ” • ”
ولا فى النكرات قال تعالى • …الاية
والاسماء المبهمة كمن فى من يعقل قال تعالى ” ” وما فى ما لا يعقل قال تعالى ” ” واي قال تعالى ” ايامّا تدعوا فله الاسماءالحسنى…الأية ” واين فى المكانقال تعالى ” …الأية ” ومتى فى الزمن. متى سفرت فانت طالق
Pembahasan Ke – 3
AL-‘AM
Al-‘ِِAm (العام) adalah sesuatu yang meliputi dua hal atau lebih tanpa adanya batasan. Lafazd-lafazd yang digunakan untuk menunjukkan makna ‘am ada empat, yaitu:
1. Isim wahid (mufrod) yang di-ma’rifat-kan dengan huruf lam. Seperti QS. al-Ashr (103): 2-3.
• ..الاية
Artinya : “Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian kecuali mereka yang beriman…”
2. Isim jama’ yang di-ma’rifat-kan dengan huruf lam. Contoh QS. al-Baqarah (2):195.
•
Artinya : “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
3. huruf la yang me-nafi-kan pada isim nakiroh. Contoh QS. al-Baqarah(2): 48.
•
Artinya: “Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa’at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.”
4. Isim-isim mubham
a) Lafal “من“ bagi sesuatu yang berakal. Contoh firman Allah QS. al-Zalzalah (99): 7.
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.”
b) Lafal ما bagi yang tidak berakal. Contoh firman Allah QS. al-Hujarat (49): 18.
•
Artinya: “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
c) Lafal ايٌّ. Contoh :
ايامّا تدعوا فله الاسماءالحسنى..الأية
d) Lafal اَيْنَ yang menunjukkan tempat. Contoh QS. al-Nisa’ (4): 78.
Artinya: “Dimanapun kamu berada kematian akan mendapatkan kamu…”
e) Lafal متىyang menunjukkan zaman. Contoh :
متى سفرتِ فانتِ طالق
﴿المبحث الثالث فى الخاص والتخصيص﴾
والخاص : ما لا يتناول شييين فصاعدا من غير حصر
والتخصيص : اخراج بعض مدلول العام
وهو قسمان : متصل ومنفصل
فالمتصل انواع :
منها الاستثناء. قال تعالى ” • …الآية ”
منها التقيد بالصفة. قال تعالى ” …الآية ”
منها التخصيص بالغية. قال تعالى ” …الآية ”
منها التخصيص بالبدل. قال تعالى ” ولله على الناس حج البيت من استطاع اليه سبيلا…الآية ”
فالمنفصل انواع :
۱. تخصيص الكتاب بالكتاب. قال تعالى ” …الآية ” خصص بقوله تعالى اليوم احل الى قوله تعالى “…والمحصنات من الذين اوتو الكتاب من قبلكم… الاية ” اي حل لكم
٢. تخصيص الكتاب بالسنة . قال الله تعالى ” …الآية ” الشامل للولد الكافر خصص بحديث الصحيحين ” لايرث المسلم الكافر ولا الكافر المسلم ”
٣. تخصيص السنة بالكتاب , كتحصيص حديث الصحيحين ” لا يقبل صلاة احدكم اذا احدث حتى يتوضأ ” بقوله تعالى ” وان كنتم مرضى الي قوله تعالى فلم تجدوا ماء فتيمموا…الاية ”
٤. تخصيص كتحصيص حديث الصحيحين ” فيما سقت السماء العشر” بحديثهما ” ليس فيما دون خمسة اوسق صدقة ”
٥. تخصيص الكتاب بالقياس , كقوله تعالى ” الزانية والزانى فاجلدوا كل واحد منهما ماية جلدة…الاية ” فانه خصص منها الامة فعليها نصف ذلك بقوله تعالى ” …الاية ” والعبد فالقياس على الامة فى النصف ايضا
٦. تخصيص السنة بالقياس كقوله صلى الله عليه وسلم ” لي الواجد يحل عرضه وعقوبته رواه احمد وابن ماجه ” وهذا فى غير الوالد مع ولده اما هو فانه لايحل عرضه وعقوبته قياسا على عدم قول اف الثابت بقوله تعالى ” …الاية ” بالأولى
Pembahasan Ke – 4
AL-KHAS DAN AL-TAKHSHIS
Al-khas (الخاص) adalah sesuatu yang tidak mengandung dua makna atau lebih tanpa adanya batasan. Sedangkan al-takhshish (التخصيص) adalah mengeluarkan sebagian yang ditunjukkan ‘am. Takhshis dibagi menjadi dua, yaitu; takhshis muttashil (bersamaan) dan takhshis munfashil (terpisah).
Macam-macam takhshis muttasil :
1) Pengecualian (al-Istisna’). Contoh: QS. al-‘Ashr (103): 2-3.
• ..الاية
Artinya: “Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian kecuali mereka yang beriman…”
2) Pembatasan (al-taqyid) dengan sifat. Contoh firman Allah SWT dalam QS. al-Nisa’ (4): 96.
…الآية
Artinya: “(Hendaklah) Ia memerdekakan seorang hamba yang beriman…”
3) Pengecualian dengan dengan batas (ghayah). Contoh QS. al-Baqarah (2): 222.
..الاية
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci…”
4) Pengecualian dengan pengganti (badal). Contoh QS. Ali ‘Imron(3): 97.
•• …الآية
Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah…”
Macam-macam takhshish munfashil:
1) Pengecualian al-kitab (al-Qur’an) dengan al-kitab (al-Qur’an). Firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah (2): 221.
…الآية
Artinya: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik…”
ayat ini ditakhsis dengan Firman Allah SWT dalam QS. al-Maidah (5): 5,
اليوم احل الى قوله تعالى…والمحصنات من الذين اوتو الكتاب من قبلكم… الاية
•
Artinya: “Pada hari ini dihalalkan –sampai pada firman Allah ta’ala- Dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang di beri al-kitab sebelum kamu…”
2) Pengecualian al-kitab (al-Qur’an) dengan al-sunah (al-Hadits). Firman Allah dalam QS. al-Nisa’ (4):11.
…الآية
Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pustaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan…”
Ayat diatas mengandung pengertian bahwa yang mendapat waris termasuk anak kafir tapi ayat tersebut ditakhsis dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim:
لايرث المسلم الكافر ولا الكافر المسلم
Artinya: “Seorang anak muslim tidak mendapatkan warisan dari orang tua kafir dan anak kafir tidak mendapatkan warisan dari orang tua muslim.”
3) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Kitab (al-Qur’an). Seperti hadits riwayat Bukhari Muslim yang menerangkan bahwa Allah SWT tidak akan menerima shalat seseorang yang masih dalam keadaan hadats sampai dia berwudhu.
لا يقبل صلاة احدكم اذا احدث حتى يتوضأ
Artinya : Allah tidak menerima shalat kalian, ketika berhadast sehingga kalian berwudhu.
Hadits ini di takhsis dengan firman Allah QS.al-Nisa’ (4): 43.
…الاية
Artinya: “Dan jika kamu sakit –sampai pada firman Allah- kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah…”
4) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Sunnah (al-Hadits). Contoh hadits Riwayat Bukhari dan Muslim:
فيما سقت السماء العشر
Artinya: “Setiap (zar’) yang disirami dengan air hujan zakatnya sebesar seper sepuluh.”
Hadits ini ditakhsis dengan hadits riwayat Bukhori dan Muslim :
ليس فيما دون خمسة اوسق صدقة
Artinya: “Setiap (zar’) yang kurang dari lima wasaq tidak ada zakat.”
5) Pengecualian al-kitab (al-Qur’an) dengan Qiyas. Contoh QS. al-Nur (24):3.
• • •
Artinya: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
Ayat tersebut di takhsis dengan ayat yang menerangkan hukum derap/jilid terhadap budak perempuan (amat) yang hanya dijilid separuh dari ketentuan ayat. Allah SWT. berfirman QS. al-Nisa’ (4):25.
…الاية
Artinya: “Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami…”
Adapun untuk seorang budak (‘abd) di-qiyas-kan kepada amat yaitu setengah dari ketentuan yang telah disebutkan diatas.
6) Pengecualian al-Sunnah (al-Hadits) dengan al-Qiyas. Contoh sabda Rasulullah SAW. :
لي الواجد يحل عرضه ا وعقوبته رواه احمد وابن ماجه
Artinya: “Orang kaya yang berpaling dari membayar hutang maka halal kehormatan dan keperwiraannya “ (HR. Ahmad dan Ibn Majjah.)
Dikecualikan dari ketentuan hadits diatas, yaitu orang tua yang menunda-nunda membayar hutang pada anaknya meskipun sudah mampu untuk membayarnya. Maka bagi orang tua yang berpaling dari membayar hutang tidak dihalalkan kehormatan dan keperwiraannya karena dengan memakai qiyas awla tidak diperbolehkannya mengucapkan kata-kata kasar kepada mereka yang telah ditetapkan dalam QS. Al-Isra’ (17):23.
…الاية
Artinya: “…Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”…”
﴿المبحث الخامس فى النسخ﴾
وهو لغة الازالة . يقال نسخت الشمس الظل اذا ازالته ورفعته بانبساطها وقيل معناه النقل من قولهم نسخت ما فى هذا الكتاب اذا نقلت ما فيه الى اخر
وشرعا : رفع حكم شرعي بدليل شرعى متأخر. وينقسم النسخ عند بعضهم الى اقسام :
۱. نسخ الرسم وبقاء الحكم نحو الشيخ والشيخة اذا زنيا فارجموهما البتة. قال عمر رضي الله عنه فانال قد قرأناها. رواه الشافعى وغيره. وقد رجم صلى الله عليه وسلم المحصنين متفق عليه. وهما المراد بالشيخ والشيخة
٢. ونسخ الحكم وبقاء الرسم. قال تعالى ” والذين يتوفون منكم ويذرون ازواجا وصية لازواجهم متاعا الى الحول…الاية ” نسخ باية ” …الاية ”
٣. ونسخ الامرين معا كحديث المسلم عن عايسة ” كان فِيْما انزل عشر رضعات معلومات يحرمن ” فنسخن بخمس معلومات يحرمن. ويجوز نسخ الكتاب بالكتاب كما تقدم فى اية العدة.
٤. ونسخ السنة بالكتاب. كاستقبال بيت المقدس الثابت بالسنة الفعلية فى حديث الصحيحين فانه صلى الله عليه وسلم استقبله فى الصلاة ستة عشر شهرا نسخ بقوله تعالى ” …الاية ”
٥. ونسخ السنة بالسنة كحديث مسلم ” كنت نهيتكم عن زيارة القبر فزورها ” وقال بعضهم يجوز نسخ الكتاب بالسنة كقوله تعالى ” كتب عليكم اذا حضر احدكم الموت ان ترك خيرا الوصية للولدين والاقربين…الاية ” نسخ بقوله صلى الله عليه وسلم ” لاوصية لورث ” رواه الترمذي وابن ماجه.
Pembahasan Ke – 5
NASIKH DAN MANSUKH
Al-Nãsikh (الناسخ) secara bahasa berarti menghilangkan, menghapus, atau memindah. Dalam tinjauan syara’, al-nãsikh adalah menghilangkan atau membatalkan hukum syara’ yang telah ditetapkan terdahulu dengan dalil syara’ yang baru. Al-Nãsikh menurut sebagian ulama’ terbagi menjadi:
1) Menghapus tulisan (al-rasm) dan menetapkan hukum.
Contoh hadits Nabi SAW:
الشيخ والشيخة اذا زنيا فارجموهما البتة
Sahabat ‘umar RA berkata bahwa sesungguhnya kami telah membaca hadits dan bahwasanya nabi SAW telah memberlakukan hukum ranjam terhadap dua orang yang berzina muhshon. Maksud lafal محصنين dalam hadits diatas adalah الشيخ والشيخجة
2) Menghapus hukum dan menetapkan tulisan (al-rasm).
Contoh QS. al-Baqarah (2): 240.
•• •
Artinya: Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma’ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini di nasikh dengan QS. al-Baqarah (2): 234.
…الاية
Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari.
3) Menghapus dua perkara (hukum dan tulisan) secara bersamaan.
Seperti hadits riwayat Muslim dari ‘aisyah ra.
كان فِيما انزل عشر رضعات معلومات يحرمن
Hadits yang menerangkan bahwa yang dapat menyebabkan haramnya sebuah pernikahan sepuluh kali susushan yang diketahui ini kemudian dinasikh dengan hadits yang menerangkan lima kali susuan yang mengharamkan:
بخمس معلومات يحرمن
Me-nasikh al-Kitab (ayat Al-Quran) dengan al-Kitab (ayat al-Quran lain) juga diperbolehkan, seperti dalam ayat tentang ‘iddah perempuan sebagaimana yang diterangkan diatas.
4) Menghapus al-Sunah dengan al-Kitab.
Seperti menghadap Baitul maqdis dalam shalat yang ditetapkan dengan sunah fi’liyah (perbuatan Nabi). Dalam hadits riwayat Bukhori Muslim disebutkan “bahwasahnya Nabi SAW menghadap baitul maqdis dalam shalatnya selama 16 bulan “. Hadits kemudian dinasikh dengan firman Allah QS. al-Baqarah (2): 144.
• •
Artinya: “Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langi, Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”
5) Nasikh al-Sunah dengan al-Sunah. Seperti hadits riwayat imam Muslim:
كنت نهيتكم عن زيارة القبر فزورها
Artinya: “(dulu) Aku (Nabi) melarang kalian ziarah kubur. Maka (sekarang) Berziarahlah kalian. “
Sebagian ulama’ juga ada yang berpendapat tentang diperbolehkannya menasikh al-kitab dengan al-sunah. Seperti firman Allah QS al-Baqarah :(2) 180,
•
Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
Ayat diatas dinaskh oleh sabda Nabi SAW:
لاوصية لورث رواه الترمذي وابن ماجه
Artiny: “Tidak ada wasiat bagi ahli waris.” (HR. al-Tirmidzi dan Ibn Majjah.)
﴿المبحث السادس فى المجمل﴾
المجمل : ما يفتقر الى البيان كلفظ قرء من قوله تعالى ” والمطلقات يتربصن بانفسهن ثلاثة قروء ” فانه يحتمل الحيض والاطهار لاشتراك القرء بين الحيض والطهر.
والبيان : اخراج الشيء من حيز الاشكال الى حيز التجلى وهو انواع :
١. بيان بالقول كقوله تعالى فى صوم التمتع ” فصيام ثلاثة ايام فى الحج وسبعة اذا رجعتم تلك عشرة كاملة ”
٢. بيان بالفعل كبيان فعل النبى صلى الله عليه وسلم كيفية الصلاة وغيرها
٣. بيان بالكتاب كبيان مقادر الزكاة وديات الاعضاء , فانه صلى الله عليه وسلم بينهما بكتبه المشهورة.
٤. بيان بالاشارة كقوله صلى الله عليه وسلم ” الشهر كذا وكذا وكذا ” يعنى ثلاثين يوما, ثم اعاد الاشارة باصابعه ثلاث مرات وحبس ابهامه فى الثالثة اشارة الى ان الشهر قد يكون تسعة وعسرين.
Pembahasan Ke – 6
MUJMAL DAN BAYAN
Mujmal (المجمل) adalah sesuatu yang membutuhkan penjelasan. Contoh seperti lafal قروء pada ayat:
والمطلقات يتربصن بانفسهن ثلاثة قروء
karena ada persekutuan makna dalam lafal al-quru’ maka memungkinkan lafal tersebut mempunyai arti haidh dan suci.
Bayan (البيان) adalah mengeluarkan sesuatu dari kondisi musykil kepada kondisi jelas. Bayan dibagi menjadi:
1) Bayan (penjelas) dengan ucapan (bi al-qawl) seperti pada firman Allah SWT. yang menerangkan puasa tamatu’ QS. Al-Baqarah (2): 196.
…الاية
Artinya: “…Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kalian semua telah pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna…”
2) Bayan dengan perbuatan atau pekerjaan. seperti pekerjaan Nabi yang menjelaskan tata cara shalat dan lainnya.
3) Bayan dengan tulisan (kutub). Seperti bayan akan kadar zakat, dan diyat anggota badan sebagaimana yang telah dijelaskan Nabi SAW. melalui hadits-haditsnya.
4) Bayan dengan isyarat, seperti isyarat nabi SAW sambil menunjukkan semua jari tangan dalam satu isyarat “satu bulan adalah seperti ini, seperti ini dan seperti ini. Maksudnya 30 hari. Kemudian nabi memebrikan isyarat lagi dengan telapak tangannya sampai tiga kali, dan pada urutan ketiga beliau tidak menunjukkan ibu jarinya sebagai isyarat bahwa dalam bulan terkadang ada yang hanya sejumlah 29 hari.
﴿المبحث السابع في المطلق والمقيد﴾
المطلق : ما دل على الماهية بلا قيد من قيودها
والمقيد : ما دل على الماهية بقيد من قيودها
واعلم ان الخطاب اذا ورد على مطلقا يبقى اطلاقه وان ورد مقيدا يبقى على تقيده. وان ورد مطلقا فى موضع ومقيدا فى موضع اخر يحمل المطلق على المقيد كالرقبة قيدت بالايمان فى بعض المواضع فى كفراة القتل فى قوله تعالى …الآية واطلقت فى بعض المواضع كما فى كفارة الظهار فى قوله تعالى فتحرير رقبة
Pembahasan Ke – 7
MUTLAQ DAN MUQOYYAD
Mutlaq (المطلق) adalah lafal yang menunjukkan hakikat sesuatu hal tanpa adanya batasan. Sedangkan muqoyyad (المقيد) adalah lafal yang menunjukkan suatu hal dengan adanya batasan (taqyid).
Penting diketahui bahwa apabila terdapat perintah (khithab) yang bersifat mutlak atau umum, maka ia harus diberlakukan seperti keumumannya. Begitupun ketika terdapat perintah yang dibatasi (muqoyyad) atau bersifat khusus, maka ia harus diberlakukan berdasarkan kadar pembatasan atau kekhususannya tersebut. Namun ketika perintah itu bersifat mutlak pada satu sisi dan muqoyyad pada sisi yang lain, maka sisi kemutlakannya harus ditangguhkan dan diberlakukan sisi kekhususannya. Contohnya seperti lafal “roqobah” (budak) yang dibatasi dengan sifat beriman dalam hal kafarat membunuh. Allah SWT berfirman QS. al-Nisa’ (4): 96.
…الآية
Artinya : (Hendaklah) Ia memerdekakan seorang hamba yang beriman…
Dalam bagian lain, lafal roqobah berlaku umum seperti pada kafarat zhihar dalam firman Allah SWT QS. al-Mujadalah )58): 3.
Artinya: Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, Kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
﴿المبحث الثامن فى المفهوم والمنطوق﴾
فالمنطوق : ما دل عليه اللفظ فى محل النطق
والمفهوم : ما دل عليه اللفظ لا فى محل النطق
فالمنطوق ينقسم الى قسمين :
الاول : ما لا يحتمل التأويل , ويسمى النص , كقوله تعالى ” فاصيام ثلاثة ايام فى الحج وسبعة اذا رجعتم تلك عشرة كاملة…الاية ”
الثانى : ما يحتمل التأويل , ويسمى الظاهر , كقوله تعالى “ …الاية ” ظاهره جمع ايد وذاك محال فى حق الله تعالى فصرف الى معنى القوة
والمفهوم ايضا ينقسم الى قسمين :
مفهوم الموافقة : وهو ما كان المسكوت عنه موافقا للمنتوق به كمنع الضرض للابوين المفهوم من قوله تعالى ” …الاية ” وكمنع احراق مال اليتيامى من قوله تعالى ” • … الاية
والمفهوم المخالفة : وهو ما كان المسكوت عنه مخالفا للمنطوق به , كعدم وجوب الزكاة على المألوفة المفهوم من قوله صلى الله عليه وسلم ” فى ساْيمة الغنام زكاة ” رواه الشافعى. وعدم الحج فى غير اشهر معلومات. قال تعالى ” • …الاية “. وجواز البيع يوم الجمعة اذا لم يؤذن مؤذن. قال تعالى ” …الاية ”
Pembahasan Ke – 8
MANTUQ DAN MAFHUM
Mantuq (المنطوق) adalah penunjukan lafal terhadap suatu hal (hukum) ketika diucapkan, sedangkan Mafhum (المفهوم) adalah penunjukan lafal terhadap hukum yang tidak diucapkan.
Pembagian Mantuq
1. Al-Nash. Yaitu lafal yang tidak mengandung takwil. Seperti firman Allah SWT. QS. al-Baqarah (2):196.
…الاية
Artinya: “…Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kalian semua telah pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna.”
2. Al-Zahir. Yaitu lafal yang mengandung takwil atau perlu takwil. Contohnya seperti firman Allah QS. al-Dzariyat (51):47.
Artinya: “Dan langit itu kami bangun dengan kekuasaan (kami) dan Sesungguhnya kami benar-benar berkuasa.”
Lafal ايد adalah bentuk jamak dari lafal يد yang berarti tangan, dan hal itu (tangan) mustahil bagi Allah SWT. Maka dari itu lafal ايد dalam ayat tersebut dipalingkan ke makna القوة yang berarti kekuatan.
Pembagian Mafhum
1. Mafhum muwafaqoh. Yaitu penunjukan hukum yang tidak disebutkan mempunyai kesamaan dengan hukum yang diucapkan. Seperti pencegahan atau larangan memukul kedua orang tua yang dapat dipahami dari firman Allah QS. al-Isra’ (17):23.
• •
Artinya: “Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Larangan membakar (atau hal-hal yang sifatnya merusak) harta anak yatim yang dapat dipahami dari firman Allah QS. al-Nisa’ (4): 10.
•
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”
2. Mafhum mukholafah. Yaitu lafal yang disebutkan tidak sama dengan yang diucapkan. Contohnya antara lain adalah sebagai berikut:
1) Tidak adanya kewajiban zakat bagi hewan yang digunakan untuk bekerja yang dipahami dari sabda Nabi SAW:
فى ساْيمة الغنام زكاة
Artinya: “Pada hewan-hewan yang digembalakan terdapat (wajib) zakat.”
2) Tidak adanya haji kecuali pada bulan-bulan tertentu yang telah masyhur dari pemahaman firman Allah QS. al-Baqarah (2):197.
• • • •
Artinya: “Haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.”
3) Diperbolehkannya jual beli pada hari Jum’at sebelum dikumandangkannya azdan yang dipahami dari firman Allah QS. al-Jum’ah (62): 9.
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
﴿ المبحث التاسع ﴾
فى فعل صاحب الشريعة صلى الله عليه وسلم
فعل النبي صلى الله لا يخلو اما ان يكون على وجه القربة والطاعة او لا يكون . فان كان على وجه القربة والطاعة فان دل الدليل على الاختصاص به حمل على الاختصاص كزيادة فى النكاح على اربع نسوة . قال الله تعالى ” فانكحوا ما طاب لكم مثنى وثلاث ورباع…الاية “. وعن ابن عمر قال اسلام غيلان وتحته عشر نسوة فى الجاهلية فاسلمن معه فامر صلى الله عليه وسلم ان يختار منهن اربعا. رواه احمد وابن ماجه والترمذي.
فان لم يدل على الاختصاص به لا يختص به بل يشاركه امته. قال الله تعالى ” …الاية ”
ولذلك قالوا : الاصل فى افعال النبى صلى الله عليه وسلم الاقتداء الا ما دل الدليل على الاختصاص به.
Pembahasan Ke – 9
PERBUATAN NABI SAW.
Perbuatan Nabi SAW. terkadang bersifat qurbah (ibadah taqorrub) dalam artian taat dan kadang juga tidak bersifat demikian. Ketika perbuatan Nabi bersifat taqorrub atau taat serta adanya dalil yang menunjukkan kekhususan pada diri Nabi maka hal itu berlaku khusus untuk Nabi SAW. Seperti memiliki istri lebih dari empat. Allah berfirman QS al- Nisa’ (4): 3.
…الاية
Artinya: “Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu sengangi dua, tiga, atau empat…”
Namun ketika perbuatan Nabi SAW. tidak disertai dalil yang menunjukkan kekhususannya pada diri Nabi SAW. maka perbuatan tersebut tidak berlaku khusus pada Nabi SAW., tetapi juga meliputi umatnya. Alllah berfirman QS. al-Ahzab (33): 21.
Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa hukum asal semua perbuatan Nabi SAW. itu untuk diikuti kecuali ada dalil yang menunjukkan kekhususan pada Nabi SAW. saja dalam suatu perbuatan.
﴿ المبحث العاشر ﴾
فى اقرار صاحب الشريعة
اقرار النبى صلى الله عليه وسلم على قول من احد كقوله صلى الله عليه وسلم.
اقراره صلى الله عليه وسلم على الفعل من احد كفعله صلى الله عليه وسلم , لانه معصوم من ان يقر احدا على المنكر. مثال ذلك اقراره صلى الله عليه وسلم ابا بكر على قوله رضي الله عنه باءعطاء سلب القتيل لقاتله , اقراره صلى الله عليه وسلم خالد بن الواليد رضى الله عنه على الاكل الضب. رواه شيخان.
وما فعل او ما قيل فى غير مجلسه وعلم به ولم ينكره فحكمه حكم ما فعل او ما قيل فى مجلسه كعلمه صلى الله عليه وسلم لحلف ابي بكر رضى الله عنه انه لا يأكل الطعامفى وقت غيظه ثم اكل لما رأى الأكل خيرا . رواه مسلم.
ويستفا\ منه جواز الحنث بل ندبه بعد الحلف اذا كان خيرا.
Pembahasan Ke – 10
KETETAPAN NABI SAW.
Ketetapan Nabi SAW. atas ucapan seseorang memiliki kedudukan yang sama dengan ucapan Nabi SAW. sendiri. Begitu juga ketetapan Nabi SAW. atas pekerjaan seseorang memiliki kedudukan yang sama dengan pekerjaan Nabi SAW. hal itu karena Nabi SAW. bersifat maksum (terjaga) untuk mengakui perbuatan ingkar seseorang. Contoh dari keterangan diatas adalah pengakuan Nabi SAW. pada sahabat Abu Bakr RA. yang memberikan harta rampasan perang orang kafir yang terbunuh kepada pasukan muslim yang berhasil membunuhnya dan pengakuan Nabi SAW terhadap sahabat Khalid bin Walid RA. yang memakan biawak.
Sesuatu yang dikerjakan atau diucapkan tidak dihadapan (majlis) Nabi SAW. namun terjadi atas sepengetahuan Nabi SAW. mengetahui dan tidak pula mengingkarinya maka memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pekerjaan atau perkataan yang dilakukan dihadapan Nabi SAW. Seperti pengetahuan Nabi SAW. Dengan sahabat Abu Bakr RA. yang pada saat murka bersumpah untuk tidak makan, namun kemudian melanggar sumpahnya sendiri setelah meyakini adanya kebaikan dalam makan, yakni menjaga kesehatan tubuh
berdasarkan contoh dan keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan diperbolehkannya melanggar sumpah, bahkan disunatkan untuk melanggar sumpah ketika hal itu mengandung sesuatu yang lebih baik.
﴿ المبحث الحادى عشر ﴾
فى الاجماع
الاجماع لغة : الاتفاق
وصطلاحا : اتفاق امة محمد صلى الله عليه وسلم بعد وفاته فى عصر من الاعصار على امر من الامور. والاجماع حجج عند الجمهور . لما اخرجه الترمذى عن ابن عمر عن النبى صلى الله عليه وسلم ” لا تجتمع امتي غلى الضلالة ويد الله على الجماعة ”
والاجماج يصح بقولهم وبفعلهم , ويصح أيضا بقول البعض وبفعل البعض وانتشار ذلك القول او الفعل وسكوت الباقين عليه , ويسمى ذلك بالاجماع السكوتى. واجتمعوا علي نقض الوضوء بالخارج المعتاد من السبلين وهو البول والغايط.
واعلم ان الشافعى قد استدل على اثبات القياس وخبر الواحد بان بعض الصحابة عمل به ولم يظهر من الباقين انكار فكان ذلك اجماعا سكوتيا.
Pembahasan Ke – 11
IJMA’
Ijma’ menurut bahasa adalah kesepakatan atau konsensus. Sedangkan menurut pengertian istilah, Ijma berarti kesepakatan umat islam setelah wafatnya Nabi SAW. pada suatu masa terhadap satu dari beberapa perkara atau permasalahan. Ijma’ menurut jumhur ulama’ adalah hujjah. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi SAW.:
لا تجتمع امتي غلى الضلالة ويد الله على الجماعة ” اخرجه الترمذي”
Artinya: “Umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan. Pertolongan Allah atas jamaah.”
Ijma’ bisa atau sah terjadi dengan ucapan sebagian ulama’ dan perbuatan sebagian yang lain, tersiarnya kabar mengenai perkataan atau perbuatan tersebut. Adapun sikap diamnya sebagian ulama’ yang lain terhadap terjadinya kesepakatan itu disebut dengan ijma’ sukutiy. Para ulama’ telah bersepakat bahwa sesuatu yang biasa keluar dari dubur (anus) dan qubul (kelamin) yaitu kencing dan buang air besar adalah membatalkan wudhu.
Perlu juga diketahui bahwa imam Syafi’i RA. telah menetapkan qiyas dan hadits ahadd untuk kegiatan penetapan (istinbat) hukum, sebagaimana telah dilakukan oleh sebagian sahabat dan tanpa adanya pengingkaran dari sahabat yang lain. Dengan demikian, hal ini juga dinamakan ijma’ sukutiy.
﴿ المبحث الثانى عشر ﴾
فى القياس
القياس حجج. قال الله تعالى ” فاعتبروا يا أولى الابصار”
القياس لغة : تقدير الشيء بأخر ليعلم المساواة بينهما. تقول قست الثوب بالذراع اي قدرته به
واصطلاحا : رد الفرع الى الاصل بعلة تجمعهما فى الحكم. كقياس الارز على البر فى الربا بجامع الطعام.
واركانه اربعة : الفرع , الاصل , حكم الاصل , علة حكم الاصل.
وهو ثلاثة اقسام :
١.قياس العلة وهو ما كان العلة فيه موجبة للحكم. كقياس الضرب على التأفيف للوالدين فى التحريم بعلة الاءيذاء. قال الله تعالى ” ولا تقل لهما اف ”
٢.قياس الدلالة وهو ما كان العلة فيه دلالة على الحكم ولا تكن موجبة للحكم. كقياس مال الصبى على مال البالغ فى وجوب الزكاة فيه بجامع انه مال تام. وجوز ان يقال : لايجب فى مال الصبي كما قال به ابو حنيفة فيه قياسا على الحج فانه يجب على البالغ ولايجب على الصبي
٣.قياس الشبه وهو الحاق الفرع المردد بين الاصلين باكثرهما شبها. كما في العبد اذا اتلف فانه مردد فى الضمان بين الانسان الحر من انه ادمي فيجب على من اتلفه القصاص وبين البهيمة انه مال فيجب عليه قيمته وهو بالمال اكثر شبها من الحر بدليل انه يباع ويورث ويوقف ويضمن وأجزاؤه بما نقص من قيمته.
Pembahasan Ke – 12
QIYAS
Qiyas adalah hujjah. Allah SWT. berfirman QS. al-Hasyr (59):2.
Artinya: “…Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan.”
Al-Qiyas (القياس) menurut bahasa adalah mengukur atau memperkirakan sesuatu atas sesuatu yang lain untuk mengetahui persamaan diantara keduanya, seperti mengukur pakaian dengan lengan. Sedangkan menurut istilah, qiyas berarti mengembalikan hukum cabang (far’) kepada hukum asal karena adanya ‘illat (alasan) yang mempertemukan keduanya dalam hukum. Seperti menqiaskan beras terhadap gandum dalam harta ribawiy dengan titik temu berupa keduanya sama-sama makanan pokok.
Rukun Qiyas ada empat yaitu:
1) far’,
2) asal,
3) hukum asal, dan
4) illat hukum asal.
Macam-macam qiyas, di bagi menjadi tiga:
a. Qiyas al-illat
Yaitu sesuatu yang illat didalamnya menetapkan hukum. Seperti menqiyaskan memukul dengan ucapan yang tercela kepada kedua orang tua dalam keharamannya dengan alasan menyakitkan hati orang tua. Allah berfirman QS. Al-Isra’ (17):23.
…الاية
Artinya: “…Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah”.”
b. Qiyas al-dilalah
Yaitu sesuatu yang illat didalamnya menunjukkan pada hukum akan tetapi illat tersebut tidak menetapkan pada hukum. Seperti menqiyaskan harta anak kecil dengan harta orang dewasa dalam kewajiban zakat dengan adanya titik temu bahwa harta anak kecil termasuk harta yang sempurna (al-mãl al-tãmm). Boleh juga mengatakan tidak wajib zakat -seperti yang dikatakan Abu Hanifah- dengan menqiyaskan pada haji yang mana, haji wajib bagi orang dewasa adapun anak kecil tidak wajib untuk haji.
c. Qiyas al-syibh
Yaitu mempersamakan hukum cabang (far’) yang masih diragukan antara dua asal dengan mengambil keserupaan yang lebih banyak dari asal tersebut. Contohnya dalam pembahasan budak yang dibunuh, apakah sipembunuh wajib dikenai hukum qishas karena budak juga termasuk manusia, ataukah cukup hanya dengan membayar ganti rugi dengan alasan adanya keserupaan budak dengan binatang, bahwa budak adalah harta. Dalam hal ini budak lebih banyak keserupaannya dengan binatang (harta) sebab, budak bisa diperjual-belikan, diwariskan, dan diwakafkan.
﴿ المبحث الثالث عشر ﴾
فى الاجتهاد والاتباع والتقليد
الاجتاد هو بذل الوسع فى نيل حكم شرعي بطريق الستنباط من الكتاب والسنة. واسم الفاعل منه المجتهد
والاتباع هو قبول قول القايل وانت تدري من اين مأخذه. واسم الفاعل منه متبيع.
والتقليد هو قبول قول القايل وانت لا تدري من اين مأخذه. واسم الفاعل منه مقلد.
والاجتهاد فى الدين مطلوب وكذلك الاتباع. والتقليد مذموم.
قال تعالى : • …الاية
وقال النبي صلى الله عليه وسلم : اذا حَكمَ الحاكمُ فاجتهدَ فاصاب فله اَجْرانِ اذا حَكمَ فاجتهدَ فَاخْطأ فله اجرٌ واحدٌ “رواه البخارى و مسلم”
وقال تعالى : …الاية
وقال تعالى :
وقال تعالى : •
Pembahasan Ke – 13
IJTIHAD, ITTIBA’ DAN TAQLID
Ijtihad ialah mengerahkan segala kemampuan untuk mendapatkan hukum syara’ dengan jalan menyandarkan hukum (istinbath) kepada al-Quran dan al-Sunah. Orang yang melakukan ijtihad disebut dengan mujtahid.
Ittiba’ adalah menerima ucapan orang lain serta mengetahui sumbernya, dan orang yang melakukan ittiba’ disebut dengan muttabi’.
Taqlid adalah menerima ucapan seseorang tanpa mengetahui dasarnya, dan orang yang melakukan taqlid disebut dengan muqollid.
Ijtihad dalam permasalahan agama sangat dibutuhkan. Begitupun dengan ittiba’. Sedangkan taklid dalam agama dianggap sebagai suatu pekerjaan yang hina, karena berdampak lebih jauh terhadap kemunduran umat.
Dalil-dalil untuk ketentuan dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
QS. al-Ankabut (2): 69.
• •
Artinya: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
Hadist Nabi SAW. :
اذا حَكمَ الحاكمُ فاجتهدَ فاصاب فله اَجْرانِ اذا حَكمَ فاجتهدَ فَاخْطأ فله اجرٌ واحدٌ “رواه البخارى و مسلم”
Artinya: “Jika seorang hakim membuat keputusan (menghukumi) dengan berijtihad kemudian benar, maka baginya dua pahala, jika menghukumi dengan berijtihad dan ternyata salah, maka baginya satu pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim).
QS. al-A’raf (7): 3.
•
Artinya : Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).”
QS. al-Maidah (5): 104.
Artinya: “Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. mereka menjawab: “Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya”. dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?.”
QS. al-Zukhruf (43): 22.
•
Artinya: “Bahkan mereka berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan Sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka”.”
BAGIAN KEDUA
QOWA’ID AL-FIQH
Sabda Rasulullah SAW. :
انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى رواه البخارى
Artinya: “Segala sesuatu tergantung pada niatnya, dan apa yang didapatkan ialah apa yang telah diniatkan.” (HR. Bukhari).
Kaidah ke-1
الامور بمقاصدها
Segala sesuatu tergantung pada tujuannya.
Contoh kaidah:
1. Diwajibkannya niat dalam berwudhu, mandi, shalat dan puasa.
2. Penggunaan kata kiasan (kinayah) dalam talak. Seperti ucapann seorang suami kepada istrinya: انت خالية (engkau adalah wanita yang terasing). Jika suami bertujuan menceraikan dengan ucapannya tersebut, maka jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika ia tidak berniat menceraikan maka tidak jatuh talak-nya.
Kaidah ke-2
ما يشترط فيه التعين فالخطأ فيه مبطل
Sesuatu yang memerlukan penjelasan, maka kesalahan dalam memberikan penjelasan menyebabkan batal.
Contoh kaidah:
1. Seseorang yang melakukan shalat dhuhur dengan niat ‘ashar atau sebaliknya, maka shalatnya tersebut tidak sah.
2. Kesalahan dalam menjelaskan pembayaran tebusan (kafarat) zhihar kepada kafarat qatl (pembunuhan).
Kaidah ke-3
ما يشترط التعرض له خملة ولا يشترط تعيينه تفصيلا
اذا عينه واخطأ ضرَّ
Sesuatu yang memerlukan penjelasan secara global dan tidak memerlukan penjelasan secara rinci, maka ketika kesalahan dalam penjelasan secara rinci membahayakan.
Contoh kaidah :
Seseorang yang bernama Gandung S.P. Towo niat berjamaah kepada seorang imam bernama mbah Arief. Kemudian, ternyata bahwa yang menjadi imam bukanlah mbah Arief tapi orang lain yang mempunyai panggilan Seger (Khoirul Mustamsikin), maka shalat Gandung tidak sah karena ia telah berniat makmum dengan mbah Arief yang berarti telah menafikan mengikuti Seger. Perlu diketahui, bahwa dalam shalat berjamah hanya disyaratkan niat berjamaah tanpa adanya kewajiban menentukan siapa imamnya.
Kaidah ke-4
ما لا يشترط التعرض له خملة ولا تفصيلا اذا عينه واخطأ لم يضر
Sesuatu yang tidak disyaratkan penjelasannya secara global maupun terperinci ketika dita’yin dan salah maka statusnya tidaklah membahayakan.
Contoh kaidah :
Kesalahan dalam menentukan tempat shalat. Seperti mbah Muntaha (pengelolah kantin Asyiq) niat shalat di Kemranggen Bruno Purworejo, padahal saat itu dia berada di Simpar (suatu daerah yang di Kecamatan Kalibawang Wonosobo). Maka shalat mbah Muntaha tidak batal karena sudah adanya niat. sedangkan menentukan tempat shalat tidak ada hubungannya dengan niat baik secara globlal atau terperinci (tafshil).
Kaidah ke-5
مقاصد اللفظ على نية اللافظ
Maksud sebuah ucapan tergantung pada niat yang mengucapkan.
Contoh kaidah :
1. Temon adalah seorang pria perkasa (berasal dari daerah Babadsari Kutowinangun Kebumen). Teman kita yang satu ini konon katanya mempunyai seorang istri bernama Tholiq dan seorang budak perempuan bernama Hurrah. Suatu saat, Temon berkata; Yaa Tholiq, atau Yaa Hurrah. Jika dalam ucapan “Yaa Tholiq” Temon bermaksud menceraikan istrinya, maka jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika hanya bertujuan memanggil nama istrinya, maka tidak jatuh talaknya. Begitu juga dengan ucapan “Yaa Hurrah” kepada budaknya jika Temon bertujuan memerdekakan, maka budak perempuan itu menjadi perempuan merdeka. Sebaliknya jika ia hanya bertujuan memanggil namanya, maka tidak menjadi merdeka.
2. Menambahkan lafal masyiah (insya Allah) dalam niat shalat dengan tujuan menggantungkan shalatnya kepada kehendak Allah SWT. maka batal shalatnya. Namun apabila hanya berniat tabarru’ maka tidak batal shalatnya, atau dengan menambahkan masyiah dengan tanpa adanya tujuan apapun, maka menurut pendapat yang sahih, shalatnya menjadi batal.
Kaidah ke-6
اليقين لا يزال بالشك
Keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keraguan.
Contoh kaidah :
1. Seorang bernama Doel Fatah ragu, apakah baru tiga atau sudah empat rakaat shalatnya? maka, Doel Fatah harus menetapkan yang tiga rakaat karena itulah yang diyakini.
2. Santri bernama Maid baru saja mengambil air wudhu di kolam depan komplek A PP. Putra An-Nawawi. Kemudian timbul keraguan dalam hatinya; “batal durung yo..? kayane aku nembe demek…” maka hukum thaharah-nya tidak hilang disebabkan keraguan yang muncul kemudian.
3. seseorang meyakini telah berhadats dan kemudian ragu apakah sudah bersuci atau belum, maka orang tersebut masih belum suci (muhdits).
Dibawah ini ialah kaidah yang esensinya senada dengan kaidah di atas:
ما ثبت بيقين لا يرتفع الا بيقين
Sesuatu yang tetap dengan keyakinan, maka tidak bisa dihilangkan kecuali dengan adanya keyakinan yang lain.
Kaidah ke-7
الاصل بقاء ما كان على ما كان
Pada dasarnya ketetapan suatu perkara tergantung pada keberadaannya semula.
Contoh kaidah :
1. Seseorang yang makan sahur dipenghujung malam dan ragu akan keluarnya fajar maka puasa orang tersebut hukumnya sah. Karena pada dasarnya masih tetap malam (al-aslu baqa-u al-lail).
2. Seseorang yang makan (berbuka) pada penghujung siang tanpa berijtihad terlebih dahulu dan kemudian ragu apakah matahari telah terbenam atau belum, maka puasanya batal. Karena asalnya adalah tetapnya siang (al-ashl baqa-u al-nahr).
Kaidah ke-8
الاصل براة الذمة
hukum asal adalah tidak adanya tanggungan.
Contoh kaidah:
Seorang yang didakwa (mudda’a ‘alaih)melakukan suatu perbuatan bersumpah bahwa ia tidak melakukan perbuatan tersebut. Maka ia tidak dapat dikenai hukuman, karena pada dasarnya ia terbebas dari segala beban dan tanggung jawab. Permasalahan kemudian dikembalikan kepada yang mendakwa (mudda’i).
Kaidah ke-9
الاصل العدم
Hukum asal adalah ketiadaan
Contoh kaidah :
1. Kang Khumaidi mengadakan kerjasama bagi hasil (mudharabah) dengan Bos Fahmi. Dalam kerjasama ini Kang Khumaidi bertindak sebagai pengelola usaha (al-‘amil), sedangkan Bos Fahmi adalah pemodal atau investornya. Pada saat akhir perjanjian, Kang Khumaidi melaporkan kepada Bos Fahmi bahwa usahanya tidak mendapat untung. Hal ini diingkari Bos Fahmi. Dalam kasus ini, maka yang dibenarkan adalah ucapan orang Bruna yang bernama Kang Khumaidi, karena pada dasarnya memang tidak adanya tambahan (laba).
2. Tidak diperbolehkannya melarang seseorang untuk membeli sesuatu. Karena pada dasarnya tidak adanya larangan (dalam muamalah).
Kaidah ke-10
الاصل فى كل واحد تقديره باقرب زمنه
Asal segala sesuatu diperkirakan dengan yang lebih dekat zamannya.
Contoh kaidah :
1. Mungkin karena kesal dengan seseorang wanita hamil yang kebetulan juga cerewet, maka tanpa pikir panjang Ipin -cah Jiwan Wonosobo- memukul perut si wanita hamil tersebut. Selang beberapa waktu si wanita melahirkan seorang bayi dalam keadaan sehat. Kemudian tanpa diduga-duga, entah karena apa si jabang bayi yang imut yang baru beberapa hari dilahirkan mendadak saja mati. Dalam kasus ini, Ipin tidak dikenai tanggungan (dhaman) karena kematian jabang bayi tersebut adalah disebabkan faktor lain yang masanya lebih dekat dibanding pemukulan Ipin terhadap wanita tersebut.
2. Seorang santri kelas II MDU bernama Soekabul alias Kabul Khan ditanya oleh teman sekamarnya; “Kang Kabul, aku melihat sperma di bajuku, tapi aku tidak ingat kapan aku mimpi basah. Gimana solusinya, Kang?”. Dengan PD-nya, karena baru saja menemukan kaidah “al-aslu fi kulli wahidin taqdiruhu bi-aqrobi zamanihi” saat muthala’ah Kitab Mabadi’ Awwaliyah, santri yang demen banget lagu-lagu Hindia ini spontan menjawab; “Siro -red: kamu- wajib mandi besar dan mengulang shalat mulai sejak terakhir kamu bangun tidur sampai sekarang.”
Kaidah ke-11
المشقة تجلب التيسر
Kesulitan akan menarik kepada kemudahan.
Contoh kaidah :
1. Seorang bernama Godril yang sedang sakit parah merasa kesulitan untuk berdiri ketika shalat fardhu, maka ia diperbolehkan shalat dengan duduk. Begitu juga ketika ia merasa kesulitan shalat dengan duduk, maka diperbolehkan melakukan shalat dengan tidur terlentang.
2. Seseorang yang karena sesuatu hal, sakit parah misalnya, merasa kesulitan untuk menggunakan air dalam berwudhu, maka ia diperbolehkan bertayamum.
3. Pendapat Imam Syafi’i tentang diperbolehkannya seorang wanita yang bepergian tanpa didampingi wali untuk menyerahkan perkaranya kepada laki-laki lain”.
Kaidah yang semakna dengan kaidah di atas, antara lain:
Perkataan Imam al-Syafi’i:
الامر اذا ضاق اتسع
Sesuatu, ketika sulit, maka hukumnya menjadi luas (ringan).
Perkataan sebagian ulama:
الاشياء اذا ضاقت اتسع
Ketika keadaan menjadisempit maka hukumnya menjadi luas.
Allah SWT. berfirman dalam QS. Al-Baqarah (2): 185.
…الاية
Artinya : “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
KERINGANAN HUKUM SYARA’
Keringanan hukum syara’ (takhfifat al-syar’i), meliputi 7 macam, yaitu:
1. Takhfif Isqat, yaitu keringanan dengan menggugurkan. Seperti menggugurkan kewajiban menunaikan ibadah haji, umrah dan shalat jumat karena adanya ‘uzdur (halangan).
2. Takhfif Tanqis, yaitu keringanan dengan mengurangi. Seperti diperbolehkannya menqashar shalat.
3. Takhfif Ibdal, yaitu keringanan dengan mengganti. Seperti mengganti wudhu dan mandi dengan tayammum, berdiri dengan duduk, tidur terlentang dan memberi isyarat dalam shalat dan mengganti puasa dengan memberi makanan.
4. Takhfif Taqdim, yaitu keringanan dengan mendahulukan waktu pelaksanaan. Seperti dalam shalat jama’ taqdim, mendahulukan zakat sebelum khaul (satu tahun), mendahulukan zakat fitrah sebelum akhir Ramadhan.
5. Takhfif Takhir, yaitu keringanan dengan mengakhirkan waktu pelaksanaan. Seperti dalam shalat jama’ ta’khir, mengakhirkan puasa Ramadhan bagi yang sakit dan orang dalam perjalanan dan mengakhirkan shalat karena menolong orang yang tenggelam.
6. Takhfif Tarkhis, yaitu keringanan dengan kemurahan Seperti diperbolehkannya menggunakan khamr (arak) untuk berobat.
7. Takhfif Taghyir, yaitu keringanan dengan perubahan. Seperti merubah urutan shalat dalam keadaan takut (khauf).
Kaidah ke-12
الاشياء اذا اتسع ضاقت
Sesuatu yang dalam keadaan lapang maka hukumnya menjadi sempit.
Contoh kaidah :
Sedikit gerakan dalam shalat karena adanya gangguan masih ditoleransi, sedangkan banyak bergerak tanpa adanya kebutuhan tidak diperbolehkan.
Dari dua kaidah sebelumnya (kaidah ke-11 dan ke-12) Al-Gazali membuat sintesa (perpaduan) menjadi satu kaidah berikut ini:
كل ما تجوز حده انعكس الى ضده
Setiap sesuatu yang melampaui batas kewajaran memiliki hukum sebaliknya.
Kaidah ke-13
الضرر يزال
Bahaya harus dihilangkan.
Contoh kaidah:
1. Diperbolehkan bagi seorang pembeli memilih (khiyar) karena adanya ‘aib (cacat) pada barang yang dijual.
2. Diperbolehkannya merusak pernikahan (faskh al-nikah) bagi laki-laki dan perempuan karena adanya ‘aib.
Kaidah ke-14
الضررلا يزال بالضرر
Bahaya tidak dapat dihilangkan dengan bahaya lainnya.
Contoh kaidah:
Mbah Yoto dan Lutfi adalah dua orang yang sedang kelaparan, keduanya sangat membutuhkan makanan untuk meneruskan nafasnya. Mbah Yoto, saking tidak tahannya menahan lapar nekat mengambil getuk Asminah (asli produk gintungan) kepunyaan Lutfi yang kebetulan dibeli sebelumnya di warung Syarof CS. Tindakan mbah Yoto -walaupun dalam keadaan yang sangat menghawatirkan baginya- tidak bisa dibenarkan karena Lutfi juga mengalami nasib yang sama dengannya, yaitu kelaparan.
Kaidah ke-15
الضرورات تبيح المحظورات
Kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang.
Contoh kaidah:
1. Ketika dalam perjalan dari Sumatra ke pondok pesantren An-Nawawi, ditengah-tengah hutan Kasyfurrahman alias Rahman dihadang oleh segerombolan begal, semua bekal Rahman ludes dirampas oleh mereka yang tak berperasaan -sayangnya Rahman tidak bisa seperti syekh Abdul Qadir al-Jailany yang bisa menyadarkan para begal- karenanya mereka pergi tanpa memperdulikan nasib Rahman nantinya, lama-kelamaan Rahman merasa kelaparan dan dia tidak bisa membeli makanan karena bekalnya sudah tidak ada lagi, tiba-tiba tampak dihadapan Rahman seekor babi dengan bergeleng-geleng dan menggerak-gerakkan ekornya seakan-akan mengejek si-Rahman yang sedang kelaparan tersebut. Namun malang juga nasib si babi hutan itu. Rahman bertindak sigap dengan melempar babi tersebut dengan sebatang kayu runcing yang dipegangnya. Kemudian tanpa pikir panjang, Rahman langsung menguliti babi tersebut dan kemudian makan dagingnya untuk sekedar mengobati rasa lapar.
Tindakan Rahman memakan daging babi dalam kondisi kelaparan tersebut diperbolehkan. Karena kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang.
2. Diperbolehkan melafazdkan kalimat kufur karena terpaksa.
Kaidah lain yang kandungan maknanya sama adalah kaidah berikut:
لا حرام مع الضرورة ولا كراهة مع الحاجة
Tidak ada kata haram dalam kondisi darurat dan tidak ada kata makruh
ketika ada hajat
Kaidah ke-16
ما ابيح للضرورة يقدر بقدرها
Sesuatu yang diperbolehkan karena keadaan darurat harus disesuaikan dengan kadar daruratnya.
Contoh kaidah:
1. Dengan melihat contoh pertama pada kaidah sebelumnya, berarti Rahman yang dalam kondisi darurat hanya diperbolehkan memakan daging babi tangkapannya itu sekira cukup untuk menolong dirinya agar bisa terus menghirup udara dunia. selebihnya (melebihi kadar kecukupan dengan ketentuan tersebut) tidak diperbolehkan.
2. Sulitnya shalat jumat untuk dilakukan pada satu tempat, maka shalat jumat boleh dilaksanakan pada dua tempat. Ketika dua tempat sudah dianggap cukup maka tidak diperbolehkan dilakukan pada tiga tempat.
Kaidah ke-17
الحجة قد تنزل منزلة الضرورة
Kebutuhan (hajat) terkadang menempati posisi darurat.
Contoh kaidah:
1. Diperbolehkannya Ji’alah (sayembara berhadiah) dan Hiwalah (pemindahan hutang piutang) karena sudah menjadi kebutuhan umum.
2. Diperbolehkan memandang wanita selain mahram karena adanya hajat dalam muamalah atau karena khithbah (lamaran).
Kaidah ke-18
اذا تعارض المفسدتان رعي اعظمهما ضررا بارتكاب اخفهما
Ketika dihadapkan pada dua mafsadah (kerusakan) maka tinggalkanlah mafsadah yang lebih besar dengan mengerjakan yang lebih ringan.
Contoh kaidah:
1. Diperbolehkannya membedah perut wanita (hamil) yang mati jika bayi yang dikandungnya diharapkan masih hidup.
2. Tidak perbolehkannya minum khamr dan berjudi karena bahaya yang ditimbulkannya lebih besar daripada manfaat yang bisa kita ambil.
3. Disyariatkan hukum qishas, had dan menbunuh begal, karena manfaatnya (timbulnya rasa aman bagi masyarakat) lebih besar daripada bahayanya.
4. Diperbolehkannya seorang yang bernama Junaidi yang kelaparan, padahal ia tidak memiliki cukup uang untuk membeli makanan, untuk mengambil makanan Eko Setello yang tidak lapar dengan sedikit paksaan.
Kaidah ke-19
درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.
Contoh kaidah:
1. Berkumur dan mengisap air kedalam hidung ketika berwudhu merupakan sesuatu yang disunatkan, namun dimakruhkan bagi orang yang berpuasa karena untuk menjaga masuknya air yang dapat membatalkan puasanya.
2. Meresapkan air kesela-sela rambut saat membasuh kepala dalam bersuci merupakan sesuatu yang disunatkan, namun makruh dilakukan oleh orang yang sedang ihram karena untuk menjaga agar rambutnya agar tidak rontok.
Kaidah ke-20
الاصل فى الابضاع التحريم
Hukum asal farji adalah haram.
Contoh kaidah:
1. Ketika seorang perempuan sedang berkumpul dengan beberapa temannya dalam sebuah perkumpulan majlis taklim, maka laki-laki yang menjadi saudara perempuan tersebut dilarang melakukan ijtihad untuk memilih salah satu dari mereka menjadi istrinya. Termasuk dalam persyaratan ijtihad adalah asalnya yang mubah, sehingga oleh karenanya perlu diperkuat dengan ijtihad. Sedangkan dalam situasi itu, dengan jumlah perempuan yang terbatas, dengan mudah dapat diketahui nama saudara perempuannya yang haram dinikahi dan mana yang bukan. Berbeda ketika jumlah perempuan itu banyak dan tidak dapat dihitung, maka terdapat kemurahan, sehingga oleh karenanya, pintu pernikahan tidak tertutup dan pintu terbukanya kesempatan berbuat zina.
2. Seseorang mewakilkan (al-muwakkil) kepada orang lain untuk membeli jariyah (budak perempuan) dengan menyebut cirri-cirinya. Ternyata, sebelum sempat menyerahkan jariyah yang dibelinya tersebut, orang yang telah mewakili (wakil) tersebut meninggal. Maka sebelum ada penjelasan yang menghalalkan, jariyah itu belum halal bagi muwakkil karena walaupun memiliki cirri-ciri yang disebutkannya, dikhawatirkan wakil membeli jariyah untuk dirinya sendiri.
Allah SWT. berfirman QS. Al-Mukminun (23) 5-7.
•
Artinya: “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.”
Lebih jelasnya sesuai dengan ayat quran tersebut bahwa seorang budak halal bagi tuannya tetapi berhubung belum ada indikasi yang jelas mengenai kehalalannya sebagaimana contoh di atas maka budak tersebut belum halal bagi muwakkil (orang yang mewakilkan).
Kaidah ke-21
العادة محكمة
Adat bisa dijadikan sandaran hukum.
Contoh kaidah:
1. Seseorang menjual sesuatu dengan tanpa menyebutkan mata uang yang dikehendaki, maka berlaku harga dan maat uang yang umum dipakai.
2. Batasan sedikit, banyak dan umumnya waktu haidh, nifas dan suci bergantung pada kebiasaan (adapt perempuan sendiri).
Kaidah ke-22
ما ورد به الشرع مطلقا ولا ضابط له فيه ولا فى فى اللغة
يرجع فيه الى العرف
Sesuatu yang berlaku mutlak karena syara’ dan tanpa adanya yang membatasi didalamnya dan tidak pula dalam bahasa,maka segala sesuatunya dikembalikan kepada kebiasaan (al-“urf) yang berlaku.
Contoh kaidah :
1. Niat shalat cukup dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram, yakni dengan menghadirkan hati pada saat niat shalat tersebut.
Terkait dengan kaidah di atas, bahwasanya syara’ telah menentukankan tempat niat di dalam hati, tidak harus dilafalkan dan tidak harus menyebutkan panjang lebar, cukup menghadirkan hati; “aku niat shalat…………rakaaat”. itu sudah di anggap cukup.
2. Jual beli dengan meletakan uang tanpa adanya ijab qobul, menurut syara’ adalah tidak sah. Dan menjadi sah, kalau hal itu sudah menjadi kebiyasaan.
Kaidah ke-23
الاجتهاد لا ينقد بالاجتهاد
Ijtihad tidak bisa dibatalkan oleh ijtihad lainnya.
Contoh kaidah:
1. Apabila dalam menentukan arah kiblat, ijtihad pertama tidak sama dengan ijtihat ke dua, maka digunakan ijtihad ke dua. Sedangkan ijtihad pertama tetap sah sehingga tidak memerlukan pengulangan pada rakaat yang dilakukan dengan ijtihad pertama. Dengan demikian, seseorang mungkin saja melakukan shalat empat rakaat dengan menghadap arah yang berbeda pada setiap rakaatnya.
2. Ketika seorang hakim berijtihad untuk memutuskan hukum suatu perkara, kemudian ijtihadnya berubah dari ijtihad yang pertama maka ijtihad yang pertama tetap sah (tidak rusak).
Kaidah ke-24
الاء يثار بالعبادة ممنوع
Mendahulukan orang lain dalam beribibadah adalah dilarang.
Contoh kaidah:
1. Mendahulukan orang lain atau menempati shaf awal (barisan depan) dalam shalat.
2. Mendahulukan orang lain untuk menutup aurat dan menggunakan air wudhu. Artinya, ketika kita hanya memiliki sehelai kain untuk menutup aurat, sedangkan teman kita juga membutuhkannya, maka kita tidak boleh memberikan kain itu kepadanya karena akan menyebabkan aurat kita terbuka. Begitu pula dengan air yang akan kita gunakan untuk bersuci, maka kita tidak boleh menggunakan air tersebut. Karena hal ini berkaitan dengan ibadah.
Firman Allah SWT dalam Qs. Al-Baqarah (2):148.
…الاية
Artinya: …Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan…
Kaidah ke-25
الاء يثار بغيرالعبادة مطلوب
Mendahulukan orang lain dalam selain ibadah dianjurkan.
Contoh kaidah:
1. Mendahulukan orang dalam menerima tempat tinggal (Almaskan).
2. Mendahulukan orang lain untuk memilih pakaian.
3. Mempersilahkan orang lain untuk makanan lebih dulu.
Firman Allah SWT. Dalam QS. Al-Hasr (59):9.
Artinya: “Dan orang-orang yang Telah menempati kota Madinah dan Telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka Itulah orang orang yang beruntung.”
Kaidah ke-26
تصرف الامام على الرعية منوط بالمصلحة
Kebijakan pemimpin atas rakyatnya dlakukan berdasarkan pertimbangan kemaslahatan.
Contoh kaidah:
1. Seorang pemimpin (imam) dilarang membagikan zakat kepada yang berhak (mustahiq) dengan cara membeda-bedakan diantara orang-orang yang tingkat kebutuhannya sama.
2. Seorang pemimpin pemerintahan, sebaiknya tidak mengankat seorang fasiq menjadi imam shalat. Karena walaupun shalat dibelakangnya tetap sah, namun hal ini kurang baik (makruh).
3. Seorang pemimpin tidak boleh mendahulukan pembagian harta baitul mal kepada seorang yang kurang membutuhkannya dan mengakhirkan mereka yang lebih membutuhkan.
Rasulullah SAW. bersabda :
كلكم راع وكلكم مسؤل عن رعيته
Artinya : “Masing-masing dari kalian adalah pemimpin dan setiap dsari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinan”.
Kaidah ke-27
الحدود تسقط بالشبهات
Hukum gugur karena sesuatu yang syubhat.
Contoh kaidah:
1. Seorang laki-laki tidak dikenai had, ketika melakukan hubungan seksual dengan wanita lain yang disangka istrinya (wathi syubhat).
2. Seseorang melakukan hubungan seks dalam nikah mut’ah, nikah tanpa wali atau saksi atau setiap pernikahan yang dipertentangkan, tidak dapat dikenai had sebab masih adanya perbedaan pendapat antara ulama, sebagian membolehkan nikah mut’ah dan nikah tanpa wali dan sebagian lagi berpendapat sebalikannya.
3. Orang mencuri barang yang disangka sebagai miliknya, atau milik bapaknya, atau milik anaknya, maka orang tersebut tidak dikenai had.
4. Orang meminum khamr (arah) untuk berobat tidak dikenai had karena masih terdapat khilaf antar ulama’.
قال النبي صلى الله عليه وسلم : ادرؤا الحدود بالشبهات
Artinya: Nabi SAW. bersabda: Tinggalkanlah oleh kamu sekalian had-had dikarenakan (adanya) berbagai ketidak jelasan.
Kaidah ke-28
ما لا يتم الواجب الا به فهو واجب
Sesuatu yang karena diwajibkan menjadi tidak sempurna kecuali dengan keberadaannya,maka hukumnya wajib.
Contoh Kaidah:
1. Wajib membasuh bagian leher dan kepala pada saat membasuh wajah saat berwudhu.
2. Wajibnya membasuh bagian lengan atas dan betis (wentis) pada saat membasuh lengan dan kaki.
3. Wajibnya menutup bagian lutut pada saat menutup aurat bagi laki-laki dan wajibnya dan wajibnya menutup bagian wajah bagi wanita.
Kaidah ke-29
الخروج من الخلاف مستحبٌّ
Keluar dari perbedaan pendapat hukumnya sunat (mustahab).
Contoh kaidah:
1. Disunatkan menggosok badan (dalk) ketika bersuci dan memeratakan air ke kepala dengan mengusapkannya, dan tujuan keluar dari khilafdengan imam malik berpendapat bahwa dalk dan isti’ab al-ro’sy (meneteskan kepala dengan air) adalah wajib hukumnya.
2. Disunatkan membasuh sperma, yang menurut imam malik wajib hukumnya.
3. Sunah men-qashar shalat dalam perjalanan yang mencapai tiga marhalah, karena keluar dari khilaf dengan Abu hanifah yang mewajibkannya.
4. Disunatkan untuk tidak menghadap atau membelakangi arah kiblat ketika membuang hajat, walaupun dalam sebuah ruangan atau adanya penutup, karena untuk keluar dari khilaf imam Tsaury yang mewajibkannya.
Untuk mengatasi perbedaan diperlukan beberapa syarat sebagai berikut:
a. Upaya mengatasi perbedaan tidak menyebabkan jatuh pada perbedaan lain. Seperti lebih diutamakan memisahkan shalat witir (tiga rakaat dengan dua salam) dari pada melanjutkanya. Dalam hal ini pendapat Imam Abu Hanafiah tidak dipertimbangkan karena adanya ulama yang tidak membolehkan witir dengan digabungkan
b. Tidak bertentangan dengan sannah yang tepat (al-sannah al-tsabilah). Seperti disunatkannya mengangkat kedua tangan dalam shalat, walaupun seorang ulama Hanafiah menganggap hal ini dapat membatalkan shalat. Menurut riwayat lima puluh orang sahabat, Nabi SAW sendiri melakukan shalat dengan mengangkat kedua tangannya.
c. Kautnya temuan tentang bukti perbedaan, sehingga kecil kemungkinan terulangnya keslahan serupa. Dengan alas an itu, maka berpuasa bagi musafir yang mampu menahan lapar dan dahaga aladah utama, dan tidak dipertimbangkan adanya pendapat para kaum Zahiruasa musafir itu tidak sah.
Kaidah ke-30
الرخصة لاتناط بالمعاصى
Keringanan hukum tidak bisa dikaitkan dengan maksiat.
Contoh kaidah:
1. Orang yang bepergian karena maksiat, tidak boleh mengambil kemurahan hukum karena berpergiannya, seperti; mengqashar dan menjama’ shalat, dan membatalkan puasa.
2. Orang yang berpergian karena maksiat, walaupun dalam kondisi terpaksa juga tidak diperbolehkan memakan bangkai dan daging babi.
Kaidah ke-31
الرخصة لاتناط بالشكّ
Keringanan hukum tidak bisa dikaitkan dengan keraguan.
Contoh kaidah:
1. Dalam perjalanan pulang ke Grabag Magelang, Abdul Aziz merasa ragu mengenai jauh jarak yang ditempuh dalam perjalan tersebut, apakah sudah memenuhi syarat untuk meng-qashar shalat atau belum. Dalam kondisi semacam ini, kang Aziz tidak boleh meng-qashar shalat.
2. Seorang yang bimbang apakah dirinya hadats pada waktu dhuhur atau ashar, maka yang harus diyakini adalah hadats pada waktu dhuhur.
Kaidah ke-32
ما كان اكثر فعلا كان اكثر فضلا
Sesuatuyang banyak aktifitasnya, maka banyak pula keutamaanya.
Contoh kaidah:
1. Shalat witir dengan fashl (tiga rakaat dengan dua salam) lebih utama dari pada wasl (tiga rakaat dengan satu salam) karena bertambahnya niat,takbir dan salam.
2. Orang melakulan shalat sunah dengan duduk, maka pahalanya setengan dari pahala orang yang shalat sambil berdiri. Orang yang shalat tidur mirung, maka pahalanya adalah setengah dari orang yangh shalat dengan duduk.
3. Memishkan pelaksanaan antara ibadah haji dengan umrah adalah lebih utama dari pada melaksanakan bersama-sama.
Rasulullah SAW. bersabda:
اجرك على قدر نصبك رواه مسلم
Artinya: “Besarnya pahalamu tergantung pada usahamu. (HR. Muslim)
Kaidah ke-33
ما لا يدرك كله لا يترك كله
Jika tidak mampu mengerjakan secara keseluruhan
maka tidak boleh meninggalkan semuanya
Contoh kaidah:
1. Seorang yang tidak mampu berbuat kebajikan dengan satu dinar tetapi mampu dengan dirham maka lakukanlah.
2. Seserang yang tidak mampu untuk mengajar atau belajar berbagai bidang studi (fan) sekaligus, maka tidak boleh meninggalkan keseluruhannya.
3. Seseorang yang merasa berat untuk melakukan shalat malam sebanyak sepuluh rakaat, maka lakukanlah shalat malam empat rakaat.
Kaidah yang semakna dengan kaidah di atas, adalah perkataan ulama ahli fiqh:
ما لا يدرك كله لا يترك بعضه
Sesuatu yang tidak dapat ditemukan keseluruhannya, maka tidak boleh tinggalkan sebagiannya.
Kaidah ke-34
الميسور لا يسقط بالمعسور
Sesuatu yang mudah tidak boleh digugurkan dengan sesuatu yang sulit.
Contoh kaidah:
1. Seorang yang terpotong bagian tubuhnya, maka tetap wajib baginya membasuh anggota badan yang tersisah ketika bersuci.
2. Seseorang yang mampu menutup sebagian auratnya, maka ia wajib menutup aurat berdasarkan kemampuannya tersebut.
3. Orang yang mampu membaca sebagian ayat dari surat Al-Fatihah, maka ia wajib membaca sebagian yang ia ketahui tersebut.
4. Orang yang memiliki harta satu nisab, namun setengah darinya berada ditempat jauh (ghaib) maka harus dikeluarkan untuk zakat adalah harta yang berada ditangannya.
Nabi SAW. bersabda :
وما امرتكم به فأتوا منه ما استطعتم. رواه شيخان
Artinya: “Sesuatu yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampu kalian.” (HR. Bukhari Muslim)
Kaidah ke-35
ما حرم فعله حرم طلبه
Sesuatu yang haram untuk dikerjakan maka haram pula mencarinya.
Contoh kaidah:
1. Mengambil riba atau upah perbuatan jahat.
2. Mengambil upah dari tukang ramal risywah (suapan). Begitu pula dengan upah orang-orang yang meratapi kematian orang lain.
Kaidah ke-36
ما حرم اخذه حرم اعطاؤه
Sesuatu yang haram diambil,maka haram pula memberikannya.
Contoh kaidah :
1. Memberikan riba atau upah perbuatan jahat kepada orang lain.
2. Memberikan upah hasil meramal dan risywah kepada orang lain. Termasuk juga upah meratapi kematian orang lain.
Kaidah ke-37
الخير المتعدي افضل من القاصر
kebaikan yang memiliki dampak banyak lebih utama daripada yang manfaatnya sedikit (terbatas).
Contoh kaidah:
1. Mengajarkan ilmu lebih utama daripada shalat sunah.
2. Orang yang menjalankan fardhu kifayah lebih istimewa karena telah menggugurkan dosa umat daripada orang yang melakukan fardhu ‘ain.
Kaidah ke-38
الرضى بالشيء رضى بما يتولد منه
Rela akan sesuatu berarti rela dengan konsekuensinya.
Contoh kaidah:
1. Menerima suami istri dengan kekurangan yang dimiliki salah satu dari keduanya. Maka tidak boleh mengembalikan kepada walinya.
2. Seseorang memita tangannya di potong dan berakibat kepada rusaknya anggota tubuh yang lain, maka orang tersebut tidak boleh menuntut kepada pemotong tangan.
3. Memakai wangi-wangian sebelum melaksanankan ihram, teapi wanginya bertahan sampai waktu ihram maka tidak dikenahi fidyah.
Kaidah yang memiliki makna sama dengan kaidah di atas yaitu :
المتولد من مأذون لا اثر له
Hal-hal yang timbul dari sesuatu yang telah mendapat ijin
tidak memiliki dampak apapun.
Kaidah ke-39
الحكم يدور مع العلة وجودا وعدما
Hukum itu berputar beserta ‘illatnya, baik dari sisi wujudnya maupun ketiadaannya’illatnya.
Contoh kaidah :
1. Alasan diharamkannya arak (khamr) adalah karena memabukkan. Jika kemudian terdeteksi bahwa arak tidak lagi memabukkan seperti khamr yang telah berubah menjadi cuka maka halal.
2. Memasuki rumah orang lain atau memakai pakaiannya tanpa adanya ijin adalah haram hukumnya. Namun ketika namun ketika diketahui bahwa pemiliknya merelakan, maka tidak ada masalah didalamnya (boleh).
3. Alasan diharamkannya minum racun karena adanya unsur merusakkan. Andaikata unsure yang merusakkan itu hilang, maka hukumnya menjadi boleh.
قال النبي صلى الله عليه وسلم كل مشكر خمر وكل خمر حرام
Nabi SAW. bersabda: Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr hukumnya haram.
Kaidah ke-40
الاصل فى الآ شياء الاءباحة
Hukum ashal (pada dasarnya) segala sesuatu itu diperbolehkan.
Contoh kaidah :
1. Dua sahabat bernama Lukman dan Rahmat Taufiq jalan-jalan ke Jakarta. Setelah lama muter-muter sambil menikmati indahnya ibu kota, perut kedua bocah ndeso tersebut protes sambil berbunyi nyaring alias kelaparan. Akhirnya setelah melihat isi dompet masing-masing keduanya memutuskan untuk mampir makan di restourant yang lumayan mewah tapi kemudian keduanya ragu apakah daging pesenannya itu halal atau haram. Dengan mempertimbangkan makna kaidah diatas, maka daging itu boleh dimakan.
2. Tiba-tiba ada seekor merpati yang masuk ke dalam sangkar burung milik Koci. ketika pemilik sangkar (Koci) melihat merpati tersebut dia merasa tertarik dan ingin memilikinya, namun Koci masih ragu apakah dia boleh memeliharanya atau tidak. Maka hukumnya burung merpati tersebut boleh atau bebas untuk dimiliki.
3. Ketika ragu akan besar kecilnya kadar emas yang digunakan untuk menambal suatu benda maka hukum benda tersebut boleh untuk digunakan.
4. Memakan daging Jerapah diperbolehkan, sebagaimana al-Syubki berkata sesungguhnya memakan daging Jerapah hukumnya mubah.
قال النبي صلى الله عليه وسلم ما احل الله فهو حلال وما حرم الله فهو حرام وما سكت عنه فهو مما عفو
Nabi SAW. bersabda : Sesuatu yang dihalalkan Allah adalah halal dan sesuatu yang diharamkan Allah adalah haram. Sedangkan hal-hal yang tidak dijelaskan Allah merupakan pengampunan dari-Nya.
﴿ والله اعلم ﴾

hIZBUT TAHRIR PALESTINE INJAK BENDERA PALESTINE DAN DITANGKAP POLISI PALESTINE
Bukti 3 wahaby saudi keturunan yahudi: tarian wahaby najd saudi = tarian yahudi ortodox
Imam ahmad boleh bertabaruk dengan mencium makam nabi
SANAD ILMU IMAM SYAFI’I (MADZABNYA NAHDLATUL ULAMA)
SANAD KEILMUAN IMAM SYAFI’I MADZHAB UTAMA NAHDLOTUL ULAMA)
Sanad Imam Syafi’i (w. 204 H) kepada Rasulullah Shalla Allahu Alaihi wa Sallam memiliki 2 Jalur, Jalur Imam Malik dan Jalur Imam Abu Hanifah.
1. Jalur Imam Malik
Imam Malik bin Anas (w. 179 H, Pendiri Madzhab Malikiyah) berguru kepada ① Ibnu Syihab al-Zuhri (w. 124 H), ② Nafi’ Maula Abdillah bin Umar (w. 117 H),
③ Abu Zunad (w. 136 H), ④ Rabiah al-Ra’y (w. 136H), dan ⑤ Yahya bin Said (w. 143 H)Kesemuanya berguru kepada ① Abdullah bin Abdullah bin Mas’ud (w. 94 H), ② Urwah bin Zubair (w. 94 H), ③ al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar(w. 106 H), ④ Said bin Musayyab (w. 94 H), ⑤ Sulaiman bin Yasar (w. 107 H), ⑥ Kharihaj bin Zaid bin Tsabit (w.100 H), ⑦dan Salim bin Abdullah bin Umar (w.106H).Kesemuanya berguru kepada ① Umar bin Khattab (w. 22 H), ② Utsman bin Affan (w. 35 H),③ Abdullah bin Umar (w.73 H), ④ Abdullah bin Abbas (w. 68 H), dan ⑤ Zaid bin Tsabit (w. 45 H).Kesemua Sahabat dari Rasulullah Shalla Allahu Alaihi wa Sallama
2. Jalur Imam Abu Hanifah
Imam Syafii berguru kepada Muhammad bin al-Hasan (w. 189 H), berguru kepada Abu Hanifah (w. 150 H, Pendiri Madzhab Hanafiyah), berguru kepada Hammad bin Abi Sulaiman (w. 120 H).Berguru kepada ① Ibrahim bin Yazid al-Nakhai (w. 95 H), ② al-Hasan al-Basri (w. 110 H), dan ③ Amir bin Syarahbil (w. 104 H).Kesemuanya berguru kepada ① Syuraihbin al-Haris al-Kindi (w. 78 H), ② Alqamah bin Qais al-Nakhai (w. 62 H), ③Masruq bin al-Ajda’ al-Hamdani (w. 62 H), ④ al-Aswad bin Yazid bin Qais al-Nakhai (w. 95 H).Kesemuanya berguru kepada ① Abdullah bin Mas’ud (w. 32 H) dan ② Ali bin Abi Thalib (w. 40 H)Kesemua Sahabat dari Rasulullah Shalla Allahu Alaihi wa Sallama
Madzhab Syafiiyah terdiri dari beberapa generasi (Thabqah).
Thabqah I Murid-Murid Imam Syafi’iAbdullah bin Zubair Abu Bakar al-Humaidi (w. 219 H), Abu Ya’qub Yusuf bin Yahya al-Buwaithi (w. 231 H), Ishaq bin Rahuwaih (w. 238 H), Abu Utsman al-Qadhi Muhammad bin Syafi’i (w. 240 H), Ahmad bin Hanbal (w. 241 H, Pendiri Madzhab Hanbali), Harmalah bin Yahya bin Abdullah al-Tajibi (w. 243 H), Abu Ali al-Husain bin Ali bin Yazid al-Karabisi (w.245 H), Abu Tsaur al-Kulabi al-Baghdadi (w. 246 H), Ahmad bin Yahya bin Wazir bin Sulaiman al-Tajibi (w. 250 H), al-Bukhari (w. 256 H), al-Hasan bin Muhammad bin al-Shabbah al-Za’farani (w. 260 H).
Thabqah II
Abu Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 264 H), Ahmad bin al-Sayyar (w. 268 H), al-Rabi’ bin Sulaiman (w. 270 H), Abu Dawud (w. 275 H), Abu Hatim (w. 277 H),al-Darimi (w. 280 H), Ibnu Abi al-Dunya (w. 281 H), Abu Abdillah al-Marwazi (w. 294 H), Abu Ja’far al-Tirmidzi (w. 295 H), Al-Junaid al-Baghdadi (w. 298 H).
Thabqah III
al-Nasai (w. 303 H), Ibnu Suraij (w. 306 H), Ibnu al-Mundzir (w. 318 H), Abu Hasan al-Asy’ari (w. 324 H, Imam Ahlissunah Dalam Aqidah), Ibnu al-Qash(w. 335 H), Abu Ishaq al-Marwazi (w. 340H), al-Mas’udi (w. 346 H), Abu Ali al-Thabari (w. 350 H), al-Qaffal al-Kabir al-Syasyi (w. 366 H), Ibnu Abi Hatim (w. 381 H), Al-Daruquthni (w. 385 H).
Thabqah IV
al-Qadhi Abu Bakar al-Baqillani (w. 403 H), Ibnu al-Mahamili (w. 415 H), Mahmud bin Sabaktakin (w. 422 H), Abu Muhammad al-Juwaini (w. 438 H), al-Mawardi (w. 458 H), Ahmad bin Husain al-Baihaqi (w. 458 H), al-Qadhi al-Marwazi (w. 462 H), Abu al-Qasim al-Qusyairi (w. 465 H), Abu Ishaq al-Syairazi (w. 476 H), Imam al-Haramain (w. 478 H), Al-Karmani (w. 500 H).
Thabqah V
al-Ghazali (w. 505 H), Abu Bakar al-Syasyi (w. 507 H), al-Baghawi (w. 516 H), al-Hamdzani (w. 521 H), al-Syahrastani (w. 548 H), al-Amudi (w. 551 H), Ibnu Asakir (w. 576 H), Ibnu al-Anbari (w. 577 H), Abu Syuja’ al-Ashbihani (w. 593 H).
Thabqah VI
Ibnu al-Atsir (w. 606 H), Fakhruddin al-Razi (w. 606 H), Aminuddin Abu al-Khair al-Tibrizi (w. 621 H), al-Rafii (w. 623 H), Ali al-Sakhawi (w. 643 H), Izzuddin bin Abdissalam (w. 660 H), IbnuMalik (w. 672 H), Muhyiddin Syaraf al-Nawawi (w. 676 H), Al-Baidhawi (w. 691 H).Thabqah
VII
Ibnu Daqiq al-Id (w. 702 H), Quthbuddin al-Syairazi (w. 710 H), Najmuddin al-Qamuli (w. 727 H), Taqiyuddin al-Subki (w. 756 H), Tajuddin al-Subki (w. 771 H), Jamaluddin al-Asnawi (w. 772 H),Ibnu Katsir (w. 774 H), Ibnu al-Mulaqqin (w. 804 H), al-Zarkasyi (w. 780 H).
Thabqah VIII
Sirajuddin al-Bulqini (w. 805 H), Zainuddin al-Iraqi (w. 806 H), Ibnu al-Muqri (w. 837 H), Syihabuddin al-Ramli (w. 844 H), Ibnu Ruslan (w. 844 H), Ibnu Zahrah (w. 848 H), Ibnu Hajar al-‘Asqalani (w. 852 H), Jalaluddin al-Mahalli (w. 864 H), Kamaluddin Ibnu Imam al-Kamiliyah (w. 874 H).
Thabqah IX
Jalaluddin al-Suyuthi (w. 911 H), al-Qasthalani (w. 923 H), Zakariya al-Anshari (w. 928 H), Zainuddin al-Malibari (w. 972 H), Abdul Wahhab al-Sya’rani (w. 973 H), Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H), al-Khatib al-Syirbini (w. 977 H), Ibnu al-Qasim al-Ubbadi (w. 994 H).
Thabqah X
Syamsuddin al-Ramli (w. 1004 H), Abu Bakar al-Syinwani (w. 1019 H), Syihabuddin al-Subki (w. 1032 H), Ibnu ‘Alan al-Makki (w. 1057 H), al-Raniri (w. 1068 H), Syihabuddin al-Qulyubi (w. 1070 H), Muhammad al-Kaurani (w. 1078 H), Ibrahim al-Maimuni (w. 1079 H), Ali al-Syibramalisi (w. 1078 H), Abdurrauf al-Fanshuri (w. 1094 H).
Thabqah XI
Najmuddin al-Hifni (w. 1101 H), Ibrahim al-Kaurani (w. 1101 H), Ilyas al-Kurdi (w. 1138 H), Abdul Karim al-Syarabati (w. 1178 H), Jamaluddin al-Hifni (w. 1178 H),Isa al-Barmawi (w. 1178 H), Athiyah al-Ajhuri (w. 1190 H), Ahmad al-Syuja’i (w. 1197 H).
Thabqah XII
Abdushomad al-Palimbani (w. 1203 H), Sulaiman al-Jamal (w. 1204 H), Sulaiman al-Bujairimi (w. 1221 H), Arsyar al-Banjari (w. 1227 H), Muhammad al-Syinwani (w. 1233 H), Muhammad al-Fudhali (w. 1236 H), Khalid al-Naqsyabandi (w. 1242 H), Abdurrahman Ba’alawi al-Hadhrami (w. 1254 H), Khatib al-Sanbasi (w. 1289 H), Ibrahim al-Bajuri (w. 1276 H).
Thabqah XIII
Zaini Dahlan (w. 1303 H), al-Bakri Muhammad Syatha (w. 1310 H), Nawawi al-Bantani (w. 1315 H), Shalih Darat (w. 1321 H), Muhammad Amin al-Kurdi (w. 1332 H), Ahmad Khatib al-Minangkabawi (w. 1334 H), Mahfudz al-Tarmasi (w. 1338 H), Ahmad Khalil al-Bangkalani (w. 1345 H), Yusuf bin Ismail al-Nabhani (w. 1350 H).
Thabqah XIV
KH Hasyim Asy’ari (w. 1367 H), Pendiri Jamiyah Nahdlatul Ulama
Ditandatangani Oleh:
Rais Am
Dr. KH. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudz
Ketua Umum
Dr. KH. Said Aqil Siroj
Diterbitkan Oleh Pengurus Pusat Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama
Referensi:
1. Muhammad Abu Zahrah “al-Syafi’i”
2. Hadlari Bik “Tarikh Tasyri”
3. Sirajuddin Abbas “Tabaqat al-Syafi’iyah”

Sunnah mengangkat 1 (satu) orang amir dalam kumpulan (jamaah) orang islam
Dari Mu’awiyah bin Abi Sofyan ra bahwa Rasulullah saw bersabda : Barang siapa mati dengan tidak memiliki imam maka ia mati dalam keadaan jahiliah (HR Ahmad) Dari Anas bin Malik ra, Rasulullah saw berkata: “Dengar dan taatlah kalian (kepada amir kalian) walaupun yang dijadikan amir kalian adalah seorang hamba sahaya Habsyi yang kepalanya kecil bagai kismis” (HR. Muslim)
Perintah Mengangkat seorang Amir
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(28) لاَ يَحِلُّ أَنْ يَنْكِحَ الْمَرْأَةَ بِطَلاَقِ أُخْرَى وَلاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَبِيعَ عَلَى بَيْعِ صَاحِبِهِ حَتَّى يَذَرَهُ وَلاَ يَحِلُّ لِثَلاَثَةِ نَفَرٍ يَكُونُونَ بِأَرْضِ فَلاَةٍ إِلاَّ أَمَّرُوا عَلَيْهِمْ أَحَدَهُمْ وَلاَ يَحِلُّ لِثَلاَثَةِ نَفَرٍ يَكُونُونَ بِأَرْضِ فَلاَةٍ يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ صَاحِبِهِمَا
(28) “Tidak halal untuk menikahi seorang wanita dengan talak orang lain, tidak halal seseorang membeli barang yang sedang dibeli oleh kawannya sehingga ia meninggalkannya, tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu daerah kecuali mereka mengangkat salah seorang dari mereka menjadi amir (pemimpin), dan tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu tempat berbisik dua orang tanpa dengan kawan yang satunya.” (HR. Ahmad dari Abdullah bin Amr)
C. Perintah Mentaati Ulil Amri
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
(29) يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيْعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً (النساء:59)
(29) “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan Ulil Amri di antara kamu, maka jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhirat. Yang demikian itu adalah yang lebih baik dan sebaik baiknya penyelesaian.” (Q.S. An-Nisa : 59).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(30) اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنِ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ
(30) “Dengarkanlah dan taatilah sekalipun yang memimpin kamu seorang budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis.” (HR.Al-Bukhari dari Anas bin Malik, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/78, dan Muslim Shahih Muslim: II/130. Lafadz Al Bukhari)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(31) مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى أَمِيرِي فَقَدْ عَصَانِي (وفى رواية لإبن ماجة ): وَ مَنْ أَطَاعَ اْلإِمَامَ فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ عَصَى اْلإِمَامَ فَقَدْ عَصَانِي
(31) “Barangsiapa yang taat kepadaku, maka sungguh ia taat kepada Allah dan barangsiapa yang memaksiati aku maka sungguh ia telah memaksiati Allah. Barangsiapa yang mentaati amirku maka sungguh ia telah mentaati aku dan barangsiapa yang memaksiati amirku maka sungguh ia telah memaksiati Aku.” (HR.Al-Bukhari dari Abi Hurairah, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/77. Dalam Riwayat Ibnu Majah): “Dan barangsiapa yang mentaati imam maka sungguh ia telah mentaatiku dan barang siapa yang memaksiati imam maka sung guh ia telah memaksiatiku.” (HR. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah dalam bab Tha’atul Imam : II/201)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(32) مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَكَرِهَهُ فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ لَيْسَ أَحَدٌ يُفَارِقُ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَيَمُوتُ إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
(32) “Barangsiapa yang melihat amirnya melaksanakan sesuatu yang ia membencinya maka hendaklah ia bersabar, karena sesungguhnya tidaklah seseorang itu memisahkan diri dari Al-Jama’ah wala pun sekedar sejengkal, lalu ia mati kecuali ia mati laksana kematian Jahiliyyah.” (HR.Al-Bukhari dari Ibnu Abbas, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam : IX/78, Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi: II/241)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(33) كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
(33) “Dahulu Bani Israil senantiasa dipimpin oleh para Nabi, setiap mati seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya dan sesudahku ini tidak ada lagi seorang Nabi dan akan terangkat beberapa khalifah bahkan akan bertambah banyak. Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami? Beliau bersabda: ”Tepatilah bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang pertama dan berilah kepada mereka haknya, maka sesungguhnya Allah akan menanyakan apa yang digembalakannya.” (HR.Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al Bukhari dalam Kitab Bad’ul Khalqi: IV/206)
D. Batas Ketaatan terhadap Ulil Amri
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(34) إِنْ أُمِرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ مُجَدَّعٌ فَاسْمَعُوْا لَهُ وَأَطِيْعُوْا مَا قَادَكُمْ بِكِتَابِ
(34) “Sekalipun kamu dipimpin oleh seorang budak Habsyi yang rumpung hidungnya, wajib kamu mendengar dan mentaatinya selama ia memimpin kamu dengan Kitabullah.” (HR.Ibnu Majah dari Ummul Hushain dalam bab Tha’atul Imam: II/201, Muslim, Shahih Muslim: II/130, At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi: IV/181 No.1706. Lafadz Ibnu Majah)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(35) سَيَلِي أُمُورَكُمْ بَعْدِي رِجَالٌ يُطْفِئُونَ السُّنَّةَ وَيَعْمَلُونَ بِالْبِدْعَةِ وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلاَةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُهُمْ كَيْفَ أَفْعَلُ قَالَ تَسْأَلُنِي يَا ابْنَ أُمِّ عَبْدٍ كَيْفَ تَفْعَلُ لاَ طَاعَةَ لِمَنْ عَصَى اللَّهَ
(35) “Akan memimpin kepadamu setelahku orang-orang yang mematikan sunnah melaksanakan bid’ah dan mengakhirkan shalat dari waktunya. Maka saya bertanya: “Ya Rasulullah, jika aku mendapati mereka bagaimana aku harus berbuat?” Beliau bersabda: “Kamu bertanya kepadaku wahai Ibnu Ummi abdin tentang bagaimana kamu harus berbuat, maka tidak ada ketaatan pada seseorang yang memaksiati Allah.” (HR.Ibnu Majah dari Abdullah bin Mas’ud, Sunan Ibnu Majah dalam bab Laa Tha’ata fi Ma’shiyatillah: II/202)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(36) السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
(36) “Wajib atas seorang muslim untuk mendengar dan taat dalam hal yang ia sukai maupun yang dibenci kecuali apabila diperintah dengan maksiat. Maka jika diperintah dengan maksiat janganlah didengar dan ditaati.” (HR.Al-Bukhari dari Ibnu Umar, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/78, Muslim, Shahih Muslim: II/131, At-Tirmidzi: IV/182 No.1707. Lafadz Al-Bukhari)
E. Ulil Amri sebagai Sentral Keputusan Permasalahan Ummat
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
(37) وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ اْلأَمْنِ أَوْ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي اْلأَ مْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلاَ فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لاَتَّبَعْتُمْ الشَّيْطَانَ إِلاَّ قَلِيلاً{النساء:83}
(37) “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya, dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu).” (Q.S. An Nisa : 83).
F. Kriteria Pemimpin yang Mendapat Petunjuk
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
(38) وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ{السجدة:24}
(38) “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (QS.As-Sajadah:24)
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
(39) وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَةِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ{الأنبياء:73}
(39) “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk kepada perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami lah mereka selalu menyembah.” (QS.Al-Anbiya:73)
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
(40) وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي اْلأَ رْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمْ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لاَ يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْفَاسِقُونَ{النور:55}
(40) “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-KU dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS.An-Nur:55)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(41) إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى اْلإِمَارَةِ وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الْفَاطِمَةُ
(41) “Sesungguhnya kamu akan berebut dalam hal kepemimpinan dan kamu akan menyesalinya pada hari Qiyamat, maka yang paling baik adalah yang mau menyusui (pemimpin yang menunaikan kewaji ban-kewajibannya) dan yang paling buruk adalah yang menyapihnya (tidak menunaikan kewajiban-kewajibannya).” (HR.Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/79, An-Nasai, Sunan An-Nasai:VII/762 Lafadz Al-Bukhari).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(42) خِيَارُ أَئِمَّتِكُمِ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمِ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ لاَ مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصّلاَةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلاَتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلاَ تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ
(42) “Sebaik-baik pemimpin kamu adalah mereka yang kamu sukai dan kamu suka kepada mereka, mereka mendoakan kamu dan kamu mendo,akan mereka. Sedang sejelek-jelek pemimpin kamu adalah mereka yang kamu benci dan mereka benci kepada kamu, kamu melaknat mereka dan mereka melaknat kamu. Ditanyakan: “Ya Rasulullah, apakah tidak kami penggal mereka itu dengan pedang?” Beliau bersabda: “Tidak, selama mereka menegakkan shalat bersama kamu, maka jika kamu melihat pemimpinmu melaksanakan sesuatu yang kamu membencinya, maka bencilah amalannya dan janganlah kamu melepaskan tangannya dari ketaatan.” (HR.Muslim dari Auf bin Malik, Shahih Muslim dalam Kitabul Imarah: II/137, Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi: III/324 Lafadz Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(43) مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ وَلاَ اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَةٍ إِلاَّ كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ فَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ اللَّهُ تَعَالَى
(43) “Tidaklah Allah mengutus seorang nabi dan tidak pula mengangkat seorang khalifah kecuali dijadikan baginya dua pembantu, pembantu yang memerintahkan dengan kebaikan dan mendorong dengan kebaikan dan pembantu yang memerintahkan dengan keburukan dan mendorongnya untuk berbuat keburukan tersebut. Maka orang yang terjaga adalah orang yang dijaga oleh Allah.” (HR.Al Bukhari dari Abi Said Al-Khudri, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/95, An-Nasai, Sunan An-Nasai: VII/158 Lafadz Al-Bukhari)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(44) إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِاْلأَمِيْرِ خَيْرًا جَعَلَ لَهُ وَزِيرَ صِدْقٍ إِنْ نَسِيَ ذَكَّرَهُ وَإِنْ ذَكَرَ أَعَانَهُ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِهِ غَيْرَ ذَلِكَ جَعَلَ لَهُ وَزِيرَ سُوءٍ إِنْ نَسِيَ لَمْ يُذَكِّرْهُ وَإِنْ ذَكَرَ لَمْ يُعِنْهُ
(44) “Apabila Allah hendak menjadikan amir itu baik, maka Allah memberikan pembantu yang jujur, jika amir itu lupa ia mengingatkannya, jika amir itu ingat ia membantunya. Tetapi jika Allah hendak menjadikan amir itu buruk, maka Allah memberikan baginya pembantu yang buruk, jika amir itu lupa ia tidak mengingatkannya dan jika amir itu ingat ia tidak membantunya.” (HR.Abu Dawud dari Aisyah Radhiallahu anha, Sunan Abu Dawud:III/131)
G. Larangan Meminta Kepemimpinan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(45) يَا عَبْدَالرَّحْمَنِ بْنَ سَمُرَةَلاَ تَسْأَلِ اْلإِمَارَةَ فَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَأْتِ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ وَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِكَ
(45) “Ya Abdurrahman bin Samuroh, janganlah kamu meminta kepemimpinan, maka jika kamu diberinya atas suatu permintaan, kamu akan dibebaninya, tetapi jika kamu diberinya bukan atas permintaanmu kamu akan dibantu. Dan jika kamu telah bersumpah atas sesuatu kemudian kamu melihat pada yang lebih baik maka laksanakanlah yang baik itu dan tebuslah sumpahmu.” (HR.Al-Bukhari dari Samuroh bin Jundub, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam:IX/79, Muslim, Shahih Muslim:II/133, Abu Dawud, Sunan Abu Dawud:III/130 Lafadz AlBukhari)
Abu Musa Radliallahu ‘anhu berkata :
(46) دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا وَرَجُلاَنِ مِنْ قَوْمِي فَقَالَ أَحَدُ الرَّجُلَيْنِ أَمِّرْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَقَالَ اْلآخَرُ مِثْلَهُ فَقَالَ إِنَّالاَ نُوَلِّي هَذَا مَنْ سَأَلَهُ وَلاَ مَنْ حَرَصَ عَلَيْهِ
(46) “Saya dan dua orang dari kaumku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka salah seorang dari keduanya berkata: “Ya Rasulullah, jadikanlah kami sebagai amir.” Dan yang lainnya pun berkata demikian. Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya kami tidak memberikan keamiran ini kepada seseorang yang memintanya dan yang menginginkannya (ambisi).” (HR.Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/80)
Abu Dzar Radliallahu ‘anhu berkata :
(47) يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ تَسْتَعْمِلُنِي قَالَ فَضَرَبَ بِيَدِهِ عَلَى مَنْكِبِي ثُمَّ قَالَ يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ ضَعِيفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةُ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْيٌ وَنَدَامَةٌ إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ فِيهَا
(47) “Ya Rasulullah alangkah baiknya engkau memberikan kepemimpinan kepadaku.” Beliau memukul pundakku seraya bersabda: “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu itu lemah dan kepemimpinan itu adalah amanat, di hari Qiyamat kelak akan menjadi kesedihan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambil hak kepemimpinannya dan melaksanakan kewajibannya.” (HR.Muslim, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/124).
H. Ancaman Membela seorang Pemimpin yang berbuat Maksiat dan Pahala Menasehatinya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(48) إِنَّهُ سَتَكُونُ بَعْدِي أُمَرَاءُ مَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الْحَوْضَ وَمَنْ لَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَلَمْ يُعِنْهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَارِدٌ عَلَيَّ الْحَوْضَ
(48) “Sesungguhnya akan ada sesudahku beberapa pemimpin, barangsiapa yang membenarkan kedustaan mereka dan membantu kedzalimannya maka aku bukan dari golongannya dan dia tidak akan melewati telaga (kelak di akhirat). Dan barang siapa yang tidak membenarkan kedustaan mereka serta tidak menolong kedzalimannya maka dia dari golonganku dan aku dari golongannya dan dia akan melewati telaga (di akhirat).” (HR.An-Nasai dari Ka’ab bin Hujrah, Sunan An-Nasai dalam Bab Dzikrul Wa’ied liman a’ana amiron ‘aladz dzulmi: VII/160)
Thoriq bin Shihab Radliallahu ‘anhu berkata :
(49) أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ وَضَعَ رِجْلَهُ فِي الْغَرْزِ أَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ قَالَ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
(49) “Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau dalam keadaan sedang meletakkan kaki pada kendaraannya: “Jihad manakah yang paling utama?” beliau menjawab: “Perkataan yang benar dihadapan pemimpin yang lacur.” (HR.An-Nasai, Sunan An-Nasai:VII/161)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(50) إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلاَثًا يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ وَلاَّهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ وَيَسْخَطُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
(50) “Sesungguhnya Allah itu ridho kepada kamu pada tiga perkara dan benci kepada tiga perkara. Adapun (3 perkara) yang menjadikan Allah ridho kepada kamu adalah: 1). Hendaklah kamu memperibadati-Nya dan janganlah mempersekutukannya dengan sesuatu apapun, 2). Hendaklah kamu berpegang teguh dengan tali Allah seraya berjama’ah dan janganlah kamu berfirqoh-firqoh, 3). Dan hendaklah kamu senantiasa menasihati kepada seseorang yang Allah telah menyerahkan kepemimpinan kepadanya dalam urusanmu. Dan Allah membenci kepadamu 3 perkara; 1). Dikata kan mengatakan (mengatakan sesuatu yang belum jelas kebenarannya), 2). Menghambur-hamburkan harta benda, 3). Banyak bertanya (yang tidak ber faidah).” (HR.Ahmad dari Abi Hurairah, Musnad Abi Hurairah dan Muslim, II/61).
I. Larangan Menyerahkan Kepemimpinan kepada seorang Wanita
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
(51) لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً
(51) “Suatu kaum tidak akan mendapatkan kebahagiaan, jika mereka menyerahkan kepemimpinannya kepada seorang wanita.” (HR. Al-Bukhari dari Abi Bakrah, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Fitan: IX/70)
J. Ancaman terhadap Pemimpin yang Khianat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(52) مَا مِنْ وَالٍ يَلِي رَعِيَّةً مِنَ الْمُسْلِمِينَ فَيَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لَهُمْ إِلاَّ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
(52) “Tidaklah dari seorang pemimpin yang menggembala kaum muslimin, lalu ia mati dalam keadaan menipu (curang) kepada mereka, kecuali Allah akan mengharamkan syurga baginya.” (HR. Al Bukhari dari Ma’qil bin Yasar, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/80, Muslim, Shahih Muslim II/125. Lafadz Al-Bukhari).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(53) إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ
(53) “Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah kelak pada hari kiyamat dan yang paling dekat tempat duduknya adalah imam yang adil dan manusia yang paling dibenci oleh Allah kelak pada hari kiyamat dan paling jauh tempat duduknya adalah imam yang dzalim.” (HR.At-Tirmidzi dari Abi Said, Sunan At-Tirmidzi dalam Kitabul Ahkam: II/617 No.1329)
K. Pahala bagi Imaam yang Adil
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(54) سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّىلاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
(54) “Tujuh golongan manusia yang Allah akan menaungi mereka pada hari tidak ada naungan kecuali naungan Allah, yaitu: Imam yang adil, pemuda yang rajin beribadat, orang yang hatinya selalu bergantung pada masjid, dua orang yang saling kasih sayang karena Allah keduanya berkumpul dan berpisah hanya karena Allah, orang laki-laki yang diajak berzina oleh wanita bangsa wan dan cantik maka menolak dan berkata: ”Saya takut kepada Allah,” orang yang sedekah dengan sembunyi-sembunyi, sehingga tangan kirinya tidak menge tahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya dan orang yang berdzikir kepada Allah pada saat-saat yang sepi hingga mencucurkan air mata.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al Bukhari dalam Kitabuz Zakah: II/138, Muslim, Shahih Muslim I/412)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(55) ثَلاَثَةٌلاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَاْلإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ فَوْقَ الْغَمَامِ وَيَفْتَحُ لَهَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ وَيَقُولُ الرَّبُّ وَعِزَّتِي لَأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ
(55) “Tiga orang yang tidak ditolak do’anya yaitu: Orang yang shaum ketika berbuka, imam yang adil dan do’anya orang yang teraniaya. Allah akan mengangkat permohonannya di atas mega dan dibukakan baginya pintu langit. Tuhan berfirman: “Demi Keagungan-KU niscaya aku akan menolong sekalipun setelah beberapa waktu.” (HR. At-Tir midzi dari Abu Hurairah, Sunan At-Tirmidzi no: 3592)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(56) إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ
(56) “Imam itu adalah pelindung (tameng), maka seseorang itu berperang dan mempertahankan diri di belakangnya. Kalau ia memerintahkan bertaqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan bersikap adil, niscaya dia mendapatkan pahala kerenanya, tetapi jika dia memerintahkan dengan selain itu, maka dia akan mendapat dosa karenanya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Muslim dalam Kitabul Imaroh: II/132)
L. Pertanggung jawaban Seorang Pemimpin
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(57) أَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَاْلإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى أَهْلِ بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَعَبْدُ الرَّجُلِ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
(57) “Ketahuilah setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya, maka Imaam yang memimpin manusia adalah pemimpin akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin atas keluarga rumah tangganya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan perem puan (isteri) adalah pemimpin atas harta suaminya dan anaknya dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang hamba sahaya adalah pemimpin atas harta tuannya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Ketahuilah maka setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya.” (HR.Al Bukhari dari Ibnu Umar, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabul Ahkam: IX/77, Muslim, Shahih Muslim:II/125, Abu Dawud, Sunan Abu Dawud:II/130 dan At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi: IV/180. Lafadz Al-Bukhari)
M. Profesionalisme Pemberian Amanat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(58) إِذَا ضُيِّعَتِ اْلأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا أُسْنِدَ اْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
(58) “Apabila amanat itu disia-siakan maka tunggulah kehancurannya, seseorang bertanya:” Ya Rasulullah, bagaimanakah penyia-nyiaanya?” Beliau bersabda: “Apabila sesuatu urusan diberikan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kerusakannya.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Al-Bukhari dalam Kitabud Da’wat: VIII/129).

Video asli mufti saudi (bin baz) pesta tari tarian di iringi musik yg dianggap sesat sama wahaby
pembunuhan Ratusan jamaah haji oleh imam mahdi palsu (salafy wahaby murid syeh bin baz) 20 November 1979
In the early morning of 20 November 1979, the imam of the Grand Mosque was preparing to lead the prayers for the fifty thousand worshipers who had gathered for prayer Around 5:00 am, he was interrupted by insurgents who procured weapons from under their robes, chained the gates shut and killed two policemen. The insurgents released most of the hostages and locked the remainder in the sanctuary. They took defensive positions in the upper levels of the mosque, and sniper positions in the minarets, from which they commanded the grounds. The dissidents declared that the Mahdi had arrived in the form of one of their leaders, Mohammed Abdullah al-Qahtani, and called on Muslims to obey him. The seizure was led by Juhayman al-Otaybi who declared his brother-in-law Mohammed Abdullah al-Qahtani to be the Mahdi. Otaybi was a preacher, a former corporal in the Saudi National Guard, and a former student of Sheikh Abdel Aziz bin Baaz, who went onto become the Grand Mufti of Saudi Arabia. al-Otaybi had turned against bin Baz and began advocating a return to the original ways of Islam, a repudiation of the West, an end to education of women, the abolition of television and the expulsion of non-Muslims.
BENDERA NABI BERNAMA UKAB (DASAR HIJAU) BENAR BENAR ADA DIMUSEUM TOPKAPI TURKI (MEMBANTAH KHAWARIJ HTI FELIX SHIAW)
https://www.jawapos.com/radarbromo/read/2017/09/27/15920/pedang-nabi-muhammad-dan-baju-sobek-fatimah
inilah bendera rasulullah aslivdi museum topkapi turki.
Bendera ini yg dibawa nabi pada saat futuh makkah dan perang badar seperti disebutkan dan kitab kitab siroh dan hadis dengan nama ukab.
sumber website : http://www.ostazsat.net/showthread.php?t=79350
bertulis: Allah – fafathunqarib wabasyiril mukminin(maka adan datang kemenangan yang dekat dan berikan kabar gembira bagi mukminin) – Muhammad.
Inilah yang mengilhami bendera negara negara islam dan pergerakan islam berwarna hijau.
Rasulullah used green flag during the batle of badr and futuh makkah.
This flag is in the topkapi museum -turkish
Ibn Abbas narrates that the colour of the Prophet’s flag was green and of standard white. During the battle of Badr, three different banners however were used; the bigger one was in the hands of Ali bin Abu Talib, containing the symbol of an eagle (ukab), representing the force of the Muhajirin. In this connection, Nasir Khusaro (1003-1088) writes in his couplets (vide “Nasir-i Khusraw Forty Poems from the Divan” tr. By P.L. Wilson )
Green comes up a lot in Islamic history. It was the color of the flag of the Fatimid Caliphate, the last of the four Arab caliphates. During the crusades, Islamic soldiers wore green to identify themselves. (Likewise, crusaders avoided green in their coats of arms, just to be safe from friendly fire.) Some say the banner under which Mohammed fought in the war on Mecca was green with golden trimming. (The flag is currently locked away in the Topkapi Palace in Istanbul, Turkey—we don’t really know what color it is.) For centuries in Persia, only descendants of Mohammed, known as the Sayyids, were allowed to wear green turbans—anyone else would be punished for it. Green was also favored by the Ottoman Empire, which after the Tanzimat reforms of the mid-19th century dyed its secular flags red and its religious flags green. More recently, the color has become associated with Hamas, which sports a bright green flag.
(topkapi museum -turkish)
ada warna yang merah, putih, hijau di bendera nabi
berdasarkan bukti artefak bendera nabi dan beberapa hadis menyebutkan warna yang ada pada bendeera nabi
:::bendera nabi merah dan putih
Mansyur menegaskan bendera Rasulullah sallallahu alaihi wasallam berwarna Merah Putih seperti yang ditulis oleh Imam Muslim dalam Kitab Al-Fitan, Jilid X, halaman 340. Dari Hamisy Qasthalani,
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam Bersabda: “Innallaha zawaliyal ardha masyaariqaha wa maghariba ha wa a’thonil kanzaini Al-Ahmar wal Abjadh”.
Artinya: “Allah menunjukkan kepadaku (Rasul) dunia. Allah menunjukkan pula timur dan barat. Allah menganugerahkan dua perbendaharaan kepadaku: Merah Putih”.
Informasi ini didapat Mansyur dari buku berjudul Kelengkapan Hadits Qudsi yang dibuat Lembaga Alquran dan Al-Hadits Majelis Tinggi Urusan Agama Islam Kementerian Waqaf Mesir pada 1982, halaman 357-374. Buku ini dalam versi bahasa Indonesia dengan alih bahasa oleh Muhammad Zuhri.
Replika Bendera Nabi di kesultanan yogyakarta hadiah kesultanan turki : Bendera hitam/bendera muhajirin/pasukan perang nabi (kyai tunggul wulung) dan bendera hijau/bendera khusus Nabi (kyai pare anom)
PENCUCIAN PUSAKA KESULTANAN YOGYAKARTA
aSjl95A&w=560&h=315]
REPLIKA BENDERA HITAM NABI (KYAI TUNGGUL WULUNG) = REPLIKA BENDERA PASUKAN PERANG NABI/ KAUM MUHAJIRIN PEMBERIAN KHALIFAH TURKI USMANI
REPLIKA BENDERA HITAM NABI (KYAI TUNGGUL WULUNG) = BENDERA PASUKAN PERANG NABI/ KAUM MUHAJIRIN KETIKA DI CUCI
REPLIKA BENDERA KHUSUS NABI YANG BERWARNA HIJAU (KYAI PARE ANOM) PEMBERIAN KHALIFAH TURKI USMANI
Dalam sambutannya di pembukaan Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-6 di Yogyakarta, Gubernur sekaligus Sultan Kasultanan Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwana X menyampaikan bahwa keraton Yogyakarta merupakan kelanjutan Khilafah Turki Utsmani. “Sultan Turki Utsmani meresmikan Kesultanan Demak pada tahun 1479 sebagai perwakilan resmi Khalifah Utsmani di tanah Jawa, ditandai penyerahan bendera hitam dari kiswah Ka’bah bertuliskan La Ilaha Illa Allah dan bendera hijau bertuliskan Muhammad Rasul Allah. Hingga kini (kedua bendera itu) masih tersimpan baik di keraton Jogja,” paparnya.>>> REPLIKA bendera khusus rasulullah warna HIJAU (menit 1:44) ,,,bendera muhajirin/pasukan perangnabi warna hitam (MENIT 0.51
Bendera khusus Nabi berwarna hijau dengan bertuliskan nama allah, nama nabi dan ayat alquran sebagai penanda dimana nabi berada jika dalam pasukan…seperti yang disebutkan dalam hadis ketika nabi memasuki kota makkah pada FATHUL MAKKAH. SEKARANG BENDERA INI DISIMPAN DI MUSEUM TOPKAPI TURKI. BENDERA HIJAU INILAH YANG MENJADI DASAR MENGAPA NEGARA NEGARA ISLAM DANORGANISASI ISLAM MEMAKAI WARNA DASAR HIJAU..
bendera nabi warna hijau menurut video resmi museum topkapi:
liputan website resmi museum topkapi turki = bendera/panji nabi berwarna hijau (menit 37:35)
website arab : http://www.albwhsn.net/vb/showthread.php?p=26947&langid=1
Serat Sastra Gendhing (karya Sultan Agung)
Serat Sastra Gendhing (karya Sultan Agung)










Atas permintaan salah seorang teman, berikut kami tayangkan ulang tentang
Serat Sastra Gendhing karya Sultan Agung.
Sultan Agung Hadi Prabu Hanyakrakusuma, lahir tahun 1593 di Kuthagede,
Kesultanan Mataram (Kotagede, Yogyakarta) – wafat tahun 1645 dan dimakamkan di
Astana Girisapta, Imogiri, Bantul. Adalah Sultan ke-tiga Mataram (cucu
Panembahan Senopati) yang memerintah pada tahun 1613-1645 dengan Keraton pusat
pemerintahan berada di kota Kerta, Mataram (Plered, Bantul). Bergelar Sultan
Agung Hadi Prabu Hanyakrakusuma Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Kalifatullah
Sayidin Panatagama, juga memiliki sebutan dari penguasa Mekkah yaitu beliau bergelar : Sultan Abdullah Muhammad Maulana Al Matarami. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang
menjadi kerajaan terbesar di Nusantara pada saat itu.
Selain memadukan Kalender Hijriah Islam dengan Tahun Saka untuk mempersatukan
pulau Jawa pada waktu itu, Sultan Agung juga menciptakan karya sastra spiritual
yaitu Serat Sastra Gendhing.
Serat Sastra Gending secara keseluruhan terdiri dari :
1. Pupuh Sinom, 14 bait
2. Pupus Asmaradana, 11 bait
3. pupuh Dandanggula, 17 bait
4. Pupuh Durma, 20 bait.
SERAT SASTRA GENDING
Karya : Sultan Agung Hanyokro Kusumo
I. S I N O M
1.
Yeku tan sanepanya
Wimbaning sasmita murti
Kang rineggang gita
Amemalat driya
Perumpamaan tentang
Lahirnya pertanda makna
Yang terangkai dalam lagu
Yang mengalun syahdu.
2.
Yeku wirayatura
Jeng Sultan Agung Matawin
Kang mufakat sinaksennan
Dening para sarjanadi
Kang tuhu anetepi
Ing reh plambanging ngayun.
Yaitu ajaran
Sang Sultan Agung di Mataram
Yang telah disepakati
Oleh para sarjana besar
Yang benar-benar memahami
Isyarat perlambang kematian.
3.
Kadereng amengeti
Wirayat dalem Sang Prabu
Oleh keinginan mengabadikan
Ajaran Sang Raja
6.
Yekti tan ingaken darah
Ten tan wignya tembang kawi
Jer kamot sandining sastra
Titiga logating tulis
Kang dingin basa kawi
Tata-trapsilaning wuwus
Kang tumprap niti-praja
Kasusilan trusing ngelmi.
Tidak akan diakui famili
Bila tidak menguasai tembang kawi
Karena pada nya termuat rahasia sastra
Dan ilmu ketrampilan tulis
Yang diutamakan dalam bahasa kawi
Tata krama seni berbicara
Yang berlaku bagi para bangsawan
Adab keutamaan orang berilmu.
8.
Pring tri sandining sasmita
Karep lepasing samadi
Ngesti tablehing panunggal
Nglinang sukma sarira-nir
Purna wus anglir jati
Marma sagung trah-Mataram
Den putus olah raras
Sasmita sandining kawi
Yekti angger satria
Ngolah sastra.
Ketika rahasia tanda-tanda
Puncak pencapaian samadi
Meraih keutamaan kesatuan
Melebur sukma menghilangkan-diri
Memasuki hakikat kesejatian
Maka segenap trah-Mataram
Hendaknya sempurna mengolah-rasa
Rahasia dalam sastra
Karena setiap satria sejati
Adalah ahli-sastra.
11.
Kalengkanireng swarendah
Arancak pinetu ngesti
Ngesti rajaseng wirama
Tuduh pamadyaning dasih
Mring Hyang kang sugih.
Terangkai dalam keindahan suara
Tertata rapi dan berirama
Irama yang memiliki tujuan
Memberi petunjuk umat manusia
Mengenai Tuhan yang maha kaya.
12.
…. Pramila gending yen bubrah
Gugur sembahe mring Widdhi
Batal wisesaning salat
Tanpa gawe ulah gending
Dene ngaran ulah gending
Tukireng swara linuhung
Amuji asmaning Dat
Swara saking osik wadi
Osik mulya wataring cipta surasa.
….Maka gending apabila rusak
Rusak pula peribadahan kepada Tuhan
Batal kehidmatan shalat
Tanpa guna melakukan gending
Adapun tembang gending itu
Melalui irama yang agung
Memuji ASMA DZAT
Irama dari kedalam rahasia
Rasa rahasia mengendap dalam sukma.
13.
Surasane ngesti kayat
Kayat ingkang baka kadim.
Makna mengayuh kehiduban
Hidup yang hakiki-abadi.
14.
Jer wajib udering gesang
Ngawruhi titining ilmi
Kewajiban manusia hidup
Mengetahui hakekat ilmu
II. ASMARADANA
1.
Gang brangta mangusweng gending
Kang satengah perebutan
Kang ahli gending padudon
Lawan ingkang ahli sastra
Arebut kaluhuran
Iku wong tuna ing ngilmi
Tan ana gelem kasoran.
Hasrat memainkan gending
Seperti sebuah pertarungan
Para ahli gending bertengkar
Dengan ahli sastra
Saling mengunggulkan diri
Itu pertanda mereka masih bodoh
Merasa takut ternistakan.
2.
Sejatinya wong ngagesang
Apa ingkang binasan
Iku kang kinarya luhur
………….
Yekti kekandangan kibir
Rebut luhuring kagunan
Dadi luput sakarone.
Sesungguhnya manusia hidup itu
Apa yang dilakukan
Itulah yang akan memuliakan derajadnya.
……….
Selalu berlagak sombong
Pamer kemulian dan keahlian
Malah kehilangan dua-duanya.
3.
Kang ngani gending luhurnya
Pinet saking hakekat
Ingakal witing tumuwuh
Ananing Hyang saking akal
Takokna kang wus ngualam
Dahulu sebenarnya keluhuran gendhing
Tumbuh dari pemahaman hakikat
Wujudnya tumbuh seperti biji
Wujud yang melahirkan keilahian
Tanyakanlah orang yang berilmu.
4.
Wite osikireng ngilmi
Gending ngakal ingkang marna
…………
Uga nrus swara kang lihung
Lafai Allah kang toyibah.
Pangkal tumbuhnya pengetahuan
Berkembang menjadi gending-wujud
………….
Juga melahirkan nada yang agung
Lafal ALLAH yang mulia / TOYYIBAH.
5.
Mangreh nrus swareng dumadi
Myang nyamlenging wirama
Tuduh ing katunggalane
De sastra ingaran andap
Reh kawengku ing akal
Lan kawayang warnanipun
Sastra kan gumlar ing papan
Melingkupi & menembus suara alam
Kedalam nikmatnya irama
Menunjuk kepada ke-Esa-an-Nya.
Adapun sastra disebut rendah
Karena ditopang gending
Dan tergambar wujudnya
Sastra yang terhampar di kenyataan.
6.
Pada lahir pan wus kari
Gamelan tan dadi banda
Kamot ing praja karyane.
Dene wong kang ahli sastra
Ingaran luhur sastrane
Layak yen mangsi lan kertas
Pantes yen luhur ngakal
Nging sastra suraosipun
Luhur sajatining sastra.
Dalam penampakan hanya tinggal
Gamelan yang tidak lagi berharga
Tercakup dalam kekayaannya.
Orang yang ahli sastra
Disebut luhur sastranya
Hingga sepantasnya tinta dan kertas
Pantas bila unggul gending
Karena makna sastra adalah
Keluhuran pada hakekat sejatinya.
7.
…………………….
Sastra praboting negara
Lumaku saben dina
Myang nigas pradata kukum
Sanadyan ta kanti ngakal
Sastra sebagai perangkat negara
Yang berlaku setiap hari
Bahkan menghukum para terpidana
Meskipun harus tetap dengan akal
8.
Dudu ngakal trusing gending
Ngakal lungiting susatra
Ngakal ing gending jatine
Babaring jatining sastra
Kawitane aksara
Sawiji, ALIF kang tuduh
Mengku gaibul uwiyah.
Bukan pemahaman akal tentang gending
Tetapi pemahaman rahasia sastra
Mengerti pemahaman gending sejati
Penjelasan tentang hakikat sastra
Tentang asal mula aksara
Hanya satu, yaitu ALIF yang menjadi petunjuk
Memuat seluruh substansi kegaiban (GHAIBUL ‘UWIYAH)
9.
Dzat mutlak dipun wastani
Myang la-takyun ingaranan
Durung kahan salire
Maksih wang wung kewala
Iku jatining santra
Ananing gending satuhu
Dupi ALIF wus kanyatan.
Dzat Maha Mutlak yang disebut
Dengan sering disebut LA-TA’AYUN
Ketika belum ada apapun
Masih kosong semata
Itulah hakikat ilmu satra
Dan keberadaan gending sebenarnya
Merupakan perwujudan dari sang ALIF.
Hubungan antara :
Dzat – Sifat
11.
Dzat lan sifat upami
Sayekti dingin datira
Dupi wus ana sipate
Mulajamah aranira
Awal lan akhirira
Kang sipat tansah kawengku
Marang Dzat kajatinira.
Dzat dan sifat selalu
Lebih dulu dzatnya
Ketika sudah ada sifat
Yang disebut MULAYAMAH
Yang awal dan yang akhir
Sifat selalu termuat
Dalam hakikat Dzat Sejati.
Hubungan antara :
Rasa – Pangrasa
Cipta – Ripta
Yang disembah – Yang menyembah
11.
Rasa pangrasa upami
Yekti dingin rasanira
Pangrasa kari anane
Kang cipta – kalawan ripta
Sayekti dingin cipta
Kang ripta pan gendingipun
Kang nembah lan kang disembah.
Hati dan pikiran ibaratnya
Lebih unggul rasa / hati pasti
Dari keberadaan pikiran
Sedang kreasi – dan perangkaian
Tentu lebih utama kreasi
Darn perangkaian dibandingkan tembangnya
Seperti yang menyembah dan yang disembah.
Hubungan antara :
Kodrat – Iradat
13.
Yekti dihin kang pinuji
Kahanane kang anembah
Saking kodrating Hyang Manon
Apan kinarya lantaran sejatining panembah
Wisesaning Dzat mrih ayu
Amuji ing dewekira
Tentu lebih dulu yang disembah
Dari pada yang menyembah
Dari hakikat Hyang Agung
Berguna bagi sarana menyju hakikat penyembahan
Kekuasaan Dzat untuk kebaikan
Memuja kepadanya.
14.
Upamine wong nggarbini
Lare sajroning wetengan
Yen durung prapting lahire
Maksih gaib sadaya.
Ibarat orang mengandung
Bayi yang ada dalam kandungan
Senyampang belum lahir
Masih belum diketahui halnya.
III. DANDANGGULA
1.
…………
Dupi lair sing gaib
Kanyatan ananipun
Kapya sangkep ran
akyan-sabit
Jali estri wus nyata
Pareng gending-barung
Kang lailaha ilallah
Suwara trus kawentar jati
Ning Alip
…………..
Ketika kegaibannya terungkap
Perwujudan realitas
Hakikat dinamakan A’YANU TZABITH
Yang pria dan wanita telah terbukti
Berpadu dalam kesatuan nada
Berupa LAA ILAHA ILALLAH
Irama terus mengalun kesejatian
Di dalam Sang ALIF.
2.
Gendingira mobah lawan nangis
Dupi ageng akalnya binabar
Kewajiban sakalira
Penggawe kang mrih hayu
Rahayune pratameng urip
Urip prapteng antakateka
Tekaping aluhur
Kaluhuraning kasidan
Tan lyan saking sarengat
Pratameng bumi
Tumimbang gumlaring jagad.
Gendingnya mengalun dalam tangis
Oleh kehebatan makna yang terhampar.
Perbuatan yang membawa keselamatan
Keselamatan dan keutamaan hidup
Hidup hingga akhir tujuaan perjalanan hidup
Dalam segala keluhuran
Yaitu menggapai kemulian kematian
Tidak lain adalah syariat
Kesempurnaan dunia
Yang seharga dunia seisinya.
3.
…………
Janma ingkang ngluhurken gending
Pangestining jro tekad
Cangkring tuwuh blendung
Tegese anak lan bapa
Dihin anak bapa ginawe ing siwi
Lamun ta nyimpang dadine.
………….
Manusia yang menghormati gending
Keinginan dalam hatinya
Ibarat cangkring tumbuh jadi blendung
Yaitu antara anak dan bapak
Meskipun anak dididik oleh bapak
Bisa juga menjadi berbeda.
4.
Tuhu gumlaring jagad
Sayektine tan dumadi
Sebab kadim kaduhinan anyar
Kasungsang nyingpang dadine
Sungguh terhamparnya semesta
Tentu dunia tidak akan terbentuk
Bila yang fana mendahului yang qadim/abadi
Logika yang terjungkir-balik.
5.
De sastra ALIF jatine
Kadya gigiring punglu
Tanpa pucuk, tan ngarsa wuri
Tan gatra tan satmata
Tan arah nggon dunung
Nora akhir nora awal
Mratandi kinen muji
Kang akarya.
Adapun sastra sejatinya adalah ALIF
Seperti wujud bulatan
Tanpa ujung tanpa pangkal
Tanpa bentuk tanpa penampakan
Tanpa tempat dalam ruangan
Tanpa akhir dan bermula.
Menjadi isyarat untuk memuja
Kepada Sang Pencipta.
7.
…………
Lamun maksih kaubang langit
Kasangga ing bantala
Mijil saking babu
Dadi saking ibu bapa
Yekti tetep luhur sajatining Alip
Lawan jatining ngakal.
………….
Selama masih berpayung langit
Berpijak dipunggung bumi
Meski lahir dari searang babu
Siapa pun bapak ibunya
Hakikat ALIF-nya tetap mulia
Semulia hakekat wujudnya.
Hubungan antara :
Yang Kadim – yang baru
Sastra – Gending
Dzat – Sifat
Yang disembah – Yang menyembah
Rasa Pangrasa
8.
Umpamane jalu lawan istri
Jen saresmi jroning rokhmat pada
Pranyata iku tandane
Tuhu suhuning kawruh
Ing pamoring anyar lan kadim
Dat lawan sipatira
Sastra – Gendingipun
Kang Rasa lawan Pangarasa
Estri Pria pamornya kapurba wening
Atetep tinetep.
Seperti suami-istri
Bila bersetubuh dalam rahmat kebenaran
Merupakan perumpamaan
Bagi pengetahuan sejati
Meleburnya yang fana dan baka
Antara Dzat dan Sifat
Antara sastra dan gending
Antara hati dan pikiran
Rahasia Pria-wanita yang terangkum
Menyatu dalam kesatuan.
Hubungan antara :
Yang bercermin (Subjek) – Bayangannya
9.
Mulajanmah loroning ngatunggil
Tunggal rasa rasa kawisesan
Nging lamun dadi tuduhe
Wajib ing prianipun
Kadya ngakal pinurbeng alip
Lir warno jro paesan
Iku pamenipun’kang ngilo jatining sastra
Kang wayangan gending
Sasirnaning cermin
Manjing jatining sastra.
Mulayamah kesatuan dua hal
Menjadi satu dan menjadi kiasan
Substansi kejantanan
Pemikiran yang bermula dari ALIF
Bagai sosok dalam cermin
Itulah perumpamaan
Yang bercermin ibarat sastra
Dan bayangan itu adalah gending
Selesai bercermin
Bayangan kembali pada sastra.
Hubungan antara :
Suara – Gema
Lautan – Ikannya
10.
Lir kumandang lan swara upami
Kumandanging barat gending ngakal
Sastra upama swarane
Gending kumandang barung
Wangsul marang swara umanjing
Lir mina jro samodra
Mina gendingipun, sastra upama amandaya
Mina yekti anaya saking jaladri
Myang kauripanira.
Seperti gema dan suara
Gema itu perumpamaan gending
Suara ibarat sastra
Setelah gema gending berlalu
Ia kembali kepada sastra
Seperti ikan di lautan
Ikan adalah gending, dan sastra kehidupannya
Ikan selalu kembali ke air
Yang menjadi kehidupannya.
Hubungan antara :
Pradangga – Gending
11.
Pejahing mina owor jaladri
Jro samodra pasti isi mina
Tan kena pisah karone
Malih ngibaratipun
Lir niyaga nabuh kang gending
Niyaga sastranira
Gending-gendingipun
Barang reh purbeng niyaga
Kasebuting niyaga dening kang gending
Panjang yen cinarita.
Ikan hidup mati di lautan
Di dalam laut pasti berisi ikan
Keduanya tidak pernah terpisahkan
Seperti perumpamaan
Seperti alat musik dengan pemainnya
Pemain adalah sastra
Alat musik menjadi gendingnya
Setelah memainkan musik
Baru bisa dipilah pemain dan alat
Panjang bila harus dijelaskan.
IV. PANGKUR
1.
Sukur yen wus samya rujuk
Mufakat ing ngakatah
Syukur bila sudah dimengerti
Disepakati oleh khalayak luas.
5.
Awale hyang manikmaya
Gaib datan kena winarneng tulis
Tan arah nggon tanpa dunung
Tan pasti akhir awal
Anrambahi manuksmeng rasa pandulu
Tajem lir mandaya retna
Awening trus tanpa tepi.
Asal mula Hyang Gaib
Yang gaib dan tak tergambarkan
Tanpa tempat tinggal dan tak berruang
Tanpa dapat ditentukan awal akhirnya
Menyatu memenuhi rasa penglihatan
Tenang seperti kemilau permata
Keheningan yang tanpa tepi.
8.
Sepuh minangka taruna
Kang taruna minangka anyepuhi
Kacihna samaring kawruh.
Yang tua berperan sebagai pemuda
Yang muda yang dituakan
Ditandai dengan simbol pengetahuan.
Hubungan antara :
Papan tulis – Tulisannya
Yang disembah – Yang menyembah
9.
Dewa watak hawa sanga
Wus kanyatan gumlaring bumi langit
Iku kawruhana sagung
Endi kang luhur andap
Umpamane papan lawan tulisipun
Kanyatan ingkang anembah
Kalawan ingkang pinuji.
Dewa dan sembilan hawa-nafsu
Fenomena terhamparnya bumi dan langit
Itu harus menjadi pengetahuan
Tentang yang tinggi dan yang rendah
Seperti papan tulis dengan tulisan
Bagaikan hamba yang menyembah
Dengan Tuhan yang disembah.
Hubungan antara :
Manikmaya – Batara Guru
10.
Papan moting kawisesan
Manikmaya purbaning papan wening
Tulise mangsi Hyang Guru
Sastra upama papan
Gending ngakal upama mangsi wus dawuh
Yen dihina mangsinira
Ngendi nggone tibeng tulis.
Papan tempat kekuasaan
Manikmaya menjadi papan azali
Batara Guru menjadi tulisannya
Sastra adalah papan
Kata yang tertulis ibarat gending
Bila harus lebih dulu tulisan
Dimana ia akan diguratkan.
Hubungan antara :
Dalang – Wayang
11.
Sayekti dihin kang papan
Kasebuting papan saka ing tulis
Lan malih upamanipun
Dalang kalawan wayang
Dalang sastra, wayang ngakal jatinipun
Yekti dingin dalangiro
Amurba splahing ringit.
Tentu lebih dulu si papan
Dalam penyebutan dibanding tulisan
Dan lagi ibaratnya
Antara dalang dengan wayang
Dalam ibarat sastra, dan wayang gending
Tentulah lebih dulu si dalang
Yang memainkan para wayang.
Hubungan antara :
Busur – Anak panahnya
12.
Lir nguni sang Resi Bisma
Duk pinanah dining wara Srikandi
Watgatanira tinundung
Ring panah Sang Arjuna
Gending ngakal ngibarat
Srikandi kang hru
Satra upama kang capa
Sang Parta titising lungit.
Seperti Resi Bisma zaman dahulu
Ketika terkena panah Srikandi
Tentulah tidak akan meleset
Karena itu panah Arjuna
Gending itu ibarat
Srikandi yang memanah
Sastra ibarat busur sang
Arjuna anugrah langit.
Hubungan antara :
Wisnu – Kresna
13.
Kayat Narendra Kresna,
Lawan risang Batara Wisnumurti,
Iku ngibarat satuhu,
Loro-loroning tunggal,
Tunggal cipta sarana sauripipun,
Hyang Wisnu upama sastra,
Sri Kresna upama gending.
Seperti Hikayat Raja Kresna
Dengan Dewa Wisnu Yang Agung
Itu hakikatnya
Dua hal yang satu adanya
Menyatu dalam berbagai halnya
Wisnu ibarat sastra
Kresna ibarat gendingnya.
V. DURMA
4.
Saking dene wit samar
Kahaning hyang
Rempit sulit binudi
Gaib wus tan kena lamun
Kinaya ngapa elok tan kena pinikir
Wenanging gesang ngrejasing nugrohodi
Karena kegaiban persoalannya
Persoalan ketuhanan
Sangat sulit dan rumit dipikirkan
Sangat gaib tak dapat digambarkan pikiran
Keajaiban yang tak mudah dipikirkan
Maha kuasa atas kehidupan, pemberi anugrah agung.
5.
….pangestinireng tokid,
Wenanging gesang
Ngrajasing nugrohodi.
….Keyakinan TAUHID,
Kekuasaan kehidupan
Melimpahkan anugrah agung.
6.
Ana iku margane saka ora
Ora sing ana yekti
Raseng ana ora,
Teteping Dzat wisesa
Amisesa iya iki
Jatining sastra
Tan susun kalih-kalih.
Ada itu berawal dari tiada
Tiada yang ada
Meskipun ketiadaan
Hakikat Dzat Maha Kuasa
Yaitu yang menguasai
Hakikat sastra
Tunggal tiada duanya.
7.
Reh ananing Hyang Suksma
Mot muksma gumlaring bumi
Tinrusing puja pujarjeng widi-ening.
Karena Tuhan yang maha tinggi
Menjadi ruh dunia yang tergelar
Puncak dalam semadi
Puncak dalam kehiningan ilahi.
9.
Mula ngelmi mulet patraping sarengat
Mong arjaning dumadi
Dadya pra manungsa
Tinuduh mrih utama
Utameng cipta pamuji.
Ilmu harus mengikuti aturan syariat
Membawa kesealamatan hidup
Sehingga umat manusia menjadi
Terbinbing menuju keutamaan
Keutamaan dalam beribadah.
13.
Saben dina tan pegat
Raketing suksma
Tan kewran denira mrih
Pangestining cipta.
Setiap hari tak pernah berhenti
Melatih jiwa
Tiada pamrih apa pun selain
Mencari kesempurnaannya.
14.
………..
Pangiketing pamusti
Rajesing sucipto
Trus kayating wisesa.
………….
Daya cipta doa
Konsentrasi pikiran
Menembus daya kehidupan.
15.
Eling-eling kang samya mangudi-nalar
Away kongsi nemahi
Kadrojoging tekad
Lah pada den prayitna
Sayekti ambebayani
Luwih agawat
Watgating trang ing urip.
Perlu diingat oleh orang yang melatih pikiran
Jangan sampai terjadi
Hasrat tanpa kendali
Haruslah itu diperhatikan
Karena sangat berbahaya
Menghancurkan kehidupan.
16.
Lawan aja pada padudojn ing karsa
Iki siriking ngelmi
Yen durung kaduga
Luwung mendel kewala
Anging kasilna kang titi
Marang ngulama
Myang pra sujaning budi.
Dan jangan suka bertengkar pendapat
Itu larangan dalam mencari ilmu
Bila belum mumpuni
Lebih baik menahan diri
Dan belajarlah dengan tekun
Kepada para ulama
Para ahli kesempunaan jiwa.
17.
Ywa dumeh yen wus wasis
Tan dadya nistanya
Minta patweng ulama
Malah tamibeng utami
Yen wus mupakat
Tiga sekawan ngalim
Meskipun telah mengerti
Tidak ada celanya
Meminta fatwa para ulama
Malah akan lebih utama
Bila telah rujuk pendapat
Tiga atau empat orang alim.
18.
Salah siji jatining gending lan sastra
Endi kang ingran inggil
Iku tekadana
Aja was tida-tida
Tanda wus rinilan Widdi
Den trus pracaya
Angsal labuh pra ngalim.
Salah satu hakikat gending dan sastra
Mana yang lebih tinggi derajadnya
Itu harus dipahami
Jangan sampai bingung dan ragu
Menjadi pertanda RIDHA ILAHI
Harus selalu yakin
Mengikuti para alim.
19.
Alime kang niyaga
Wruh gangsa nung swaraneki
Lan aranira sawiji-wiji
Kepandaian sang niyaga (penabuh gamelan)
Yang memahami makna dalam suaranya
Serta nama masing-masingnya.
20.
Nahenta wus purna wahyeng sasmita
Satata den pengeti
Dening kawi-swara
Rinenggeng rumiting gita
Ingesti salami-lami
Sumuluh mangka
Pandam ndoning budyodi.
Setelah sempurna pemahaman dalam kontemplasi
Selalu hati-hati direkam
Oleh sang Kawi-swara
Dirajut dalam rangkaian tembang
Agar dikenang selamanya
Menjadi cahaya penerang
Penuntun jalan berbudi luhur.
Ref :
ISLAM NUSANTARA ADALAH PERMATA ISLAM YG HILANG DARI DUNIA ARAB (ISLAM NUSANTARA = AJARAN ISLAM ZAMAN SHALAHUDDIN AL AYUBI)
ISLAM NUSANTARA ADALAH PERMATA ISLAM YG HILANG DARI DUNIA ARAB (ISLAM NUSANTARA = AJARAN ISLAM ZAMAN SHALAHUDDIN AL AYUBI)
SHALAHUDDIN AL AYUBI
IMAM MADZAB= IMAM SYAFII
AQIDAH AHLUSUNNAH WAL JAMAAH (ASYAIRAH WAL MATURUDIYAH)
IMAM THARIQAT IMAM GHAZALI
AMALKAN MAULID NABI, TAHLILAN, RATIBAN, MANAQIBAN
AJARAN INI DIBAWA OLEH WALI WALI KE INDONESIA , DILESTARIKAN DAN DIAJARKAN DI PONDOK-PONDOK PESANTREN DI INDONESIA SEJAK 600-AN TAHUN SILAM
————————
KEPADA KHWARIJ WAHABY/SALAPI MAUPUN QUTHBIYUN/IHWANUL MUSLIMIN/ISIS/ALQAIDA/MMI/FPI/JAT SILAHKAN KOMENT DISINI
Kitab Galenganing Jagad – Serat Suluk Purbeng Maya karangan Gagak Handoko – (Panglima Perang Pangeran Diponegoro) – Pengazas Silat merpati putih
Sejarah
Seni Beladiri Tangan Kosong Merpati Putih yang organisasinya terbentuk pada tanggal 2 april 1963 di Yogyakarta, merupakan nilai budaya bangsa Indonesia yang diturunkan oleh Sang Guru Saring Hadi Purnomo kepada kedua putranya yaitu Poerwoto Hadi Purnomo dan Budi Santoso Hadi Purnomo (Alm).
Dalam rangka pengembangannya, seni beladiri ini didasarkan atas empat sikap, watak dan perilaku sebagaimana yang diamanatkan oleh Sang Guru yaitu : welas asih, percaya diri sendiri, keserasian dan keselarasan dalam penampilan sehari-hari, dan yang terakhir menghayati dan mengamalkan sikap itu agar menimbulkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Mahaesa, dan kesemuanya itu dilengkapi dengan falsafah dari perguruan yaitu MERsudi PAtitising TIndak PUsakane TItising Hening (Mencari sampai mendapatkan tindakan yang benar dengan ketenangan) yang kemudian disingkat menjadi MERPATI PUTIH.
Gambaran awal dari perjalanan dari keilmuan dan perkembangan perguruan berasal dari Keraton Mataram lama di Kartosuro yang berasal dari seorang wanita bangsawan yaitu Nyi Ageng Joyorejoso yang kemudian mempunyai tiga orang putra yaitu Gagak Handoko, Gagak Samudero, dan Gagak Seto masuk dalam Grat IV.
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Pangeran Prabu Mangkurat Ingkang Jumeneng Ing Kartosuro.
Grat I : BPH Adiwidjojo
Grat II : PH Singosari: BPH Adiwidjojo
Grat III : RA Djojorejoso – Ing Wadas
Grat IV : RM Rekso Widjojo – Ing Baledono
Grat V : R Bongso Permono – Ing Ngulakan Wates
Grat VI : RM Wongso Widjojo – Ing Ngulakan Wates
Grat VII : R Saring Siswo Hardjono – Ing Ngulakan
Grat I, mempunyai saudara BP Amangkurat Amral
Grat III, membuat jalan Margoyoso, dalam legenda menjadi Demang Margoyoso
Grat IV, mendirikan perguruan yang pelaksanaannya dikembangkan oleh 3 orang puteranya atau keturunannya yaitu :
- Gagak Handoko, mendirikan perguruan di gunug Jeruk (Pegunungan Manoreh).
- Gagak Samudero, mendirikan perguruan di daerah Bagelan, yang akhirnya pindah ke daerah utara Pulau Jawa.
- Gagak Seto, mendirikan perguruan di daerah Magelang (Pulau Jawa Bagian Tengah).
Gagak Handoko mengembara ke dareh timur Pulau Jawa melalui pantai selatan sehingga sampai di daerah gunung Kelud dengan tujuan mempelajari dan mengetahui keadaan daerah itu, disamping sambil mencari dua saudaranya yang terpisah. Di dalam pengembaraannya beliau menyamar sebagai Ki Bagus Kerto. Sebelum beliau mengembara, perguruan Gagak Handoko yang didirikan di Gunung Jeruk telah berkembang dengan cepat.
Beliau sadar akan usianya yang semakin tua. Beliau memberi mandat penuh dan amanat pada keturunannya yang pada silsilah termasuk dalam Grat V, yaitu R Bongso Permono Ing Ngulakan Wates. Setelah Gagak Handoko menyerahkan tampuk kepemimpinan perguruan, beliau lalu menyepi (bertapa) mencari kesempurnaan hingga sampai meninggalnya di Gunung Jeruk.
Dari R. Bongso Permono kemudian diturunkan ilmunya kepada keturunannya yaitu RM. Wongso Widjojo. Beliau lalu mengikuti jejak ayahnya mencari kesempurnaan.
Pada masa kepemimpinan RM. Wongso Widjojo, oleh karena beliau tidak mempunyai keturunan, maka beliau mengambil murid yang kebetulan dalam keluarga masih ada hubungan cucu, yang bernama R. Sarengat Siswo Hardjono (Sarengat Hadi Poenomo), yang termasuk dalam garis keturunan VII (Grat VII).
Perlu diketahui bahwa ajaran tersebut belum lengkap, maka beliau tidak segera mengembangkan /mengajarkan pada keturunannya, akan tetapi berusaha keras menelaah dan menjabarkan ilmu tersebut menuangkan dalam gerak silat dan tenaga yang tersimpan yang ada di naluri suci. Tidak berhenti disitu saja, beliau juga mencari kelengkapannya, yaitu dari ajaran Gagak Samudero dan Gagak Seto. Akan tetapi beliau belum berhasil juga menemukan langsung, hanya naluri beliau, bahwa dua aliran yang mempunyai materi yang sama tersebut mengembangkan ilmu di daerah pantai utara Pulau Jawa.
Hasil dari pengembangan ilmunya itu lalu diturunkan kepada kedua putranya (2 orang kakak beradik) yang bernama Poerwoto Hadi Poernomo (Mas Poeng) dan Budi Santoso Hadi Poernomo (Mas Bud). Sekitar tahun 1960 R Sarengat Hadi Poernomo aktif membina putranya untuk menguasai beladiri Mataram ini yang dinamakan Merpati Putih.
Pada tahun 1962 kedua putera R. Sarengat Hadi Poernomo mendapat amanat dari Sang Guru, yang sekaligus ayahnya, agar ilmu beladiri yang sebelumnya milik keluarga tersebut disebarluaskan kepada umum demi kepentingan bangsa. Sejak saat itu beladiri Mataram yang kita kenal dengan Merpati Putih dikenal oleh Masyarakat berkat usaha keras dan tekun dari kedua putera Sang Guru. Dalam menyampaikan latihan Sang Guru tidak segan-segasn turun langsung dan memberi wejangan yang pada dasarnya untuk membangkitkan gairah dan perkembangan Merpati Putih.
Tahun 1968 kedua putera Sang Guru sebagai pucuk pimpinan menjadi motor untuk mengembangkan sayapnya, yaitu dengan dibukanya cabang pertama di Madiun, Jawa Timur. Selanjutnya pihak militer juga ditembus. Dari hasil peragaannya, Merpati Putih mendapat kehormatan untuk melatih anggota Seksi I Korem 072 dan Anggota Batalyon 403/Diponegoro di Yogyakarta.
Tahun 1973 melalui perkenalan-perkenalan sebelumnya dengan pihak AKABRI, Merpati Putih mendapat undangan untuk diadakan penelitian dari segi-segi yang menyangkut metode latihan. Penelitian di bagian AKABRI Udara ini ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dari Fakultas Kedokteran UGM, antara lain Prof. Dr. Achmad Muhammad. Hasilnya menggembirakan, dan ini mendorong pengembangan wawasan yang lebih luas bagi Merpati Putih.
Di Jakarta tahun 1976, setelah berhasil melakukan pendekatan, Merpati Putih mendapat kehormatan untuk melatih para Anggota Pasukan Pengawal Presiden. Tahun 1977 Komisariat Jakarta dibentuk, dan pada tahun ini pula Merpati Putih mendapat peluang untuk melatih pasukan Koppasandha (RPKAD) di Cijantung sampai mereka sanggup memperagakan keahlian mereka pada acara peringatan HUT ABRI 5 Oktober 1978.
Pada awal hijrahnya Mas Poeng dan Mas Bud ke Jakarta sejak Maret 1976, dengan membina Pasukan Pengawal Presiden dan Koppasandha, maka secara mendadak pula membina pelajar/mahasiswa di Jakarta. Dengan kondisi tersebut perguruan merasa kedodoran, terutama dalam menyiapkan kader pelatih dan masalah keorganisasian serta metode pendidikan dan latihan. Oleh sebab itu sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 1985, perguruan melakukan pembinaan secara terus menerus ke dalam, guna persiapan menghadapi perkembangan perguruan yang animo dan keinginan masyarakat begitu besar terhadap Merpati Putih.
Persiapan tidak hanya diarahkan pada penyedian kader pelatih saja, namun kesiapan metode dan program yang teruji pun menjadi garapan perguruan. Sejak tahun 1973, penelitian dengan nama SETA (Sehat dan Tangkas) yang dilakukan bekerjasama dengan AKABRI Bagian Udara dan UGM. Uji coba dan penelitian terus dilakukan pada kegiatan-kegiatan sejenis, seperti kerjasama perguruan dengan Kobangdiklat/Pusjasmil TNI AD di Cimahi tahun 1984, kerjasama dengan rumah sakit Pertamina di Jakarta tahun 1984, bekerjasama dengan YON II 203/Arya Kemuning tahun 1985, bekerjasama dengan UPT Lab Uji Konstruksi BPPT Serpong Tangerang tahun 1986.
Dengan persipan perguruan, baik dari segi organisasi maupun keilmuan, maka selanjutnya dari tahun ke tahun Beladiri Tangan Kosong Merpati Putih berkembang keseluruh pelosok tanah air. Data terakhir yang diperoleh telah terbentuk 62 cabang dan 3 cabang diantarannya di luar negeri.
Kendati perkembangan perguruan meliputi aspek beladiri dan olahraga berkembang cukup pesat, namun perguruan tetap mencoba menyentuh aspek sosial, yakni melalui Yayasan Merpati Putih Abadi membuat dan melaksanakan suatu program pembinaan bagi tuna netra sejak tahun 1989. Program ini mendapat simpati dari pihak pemerintah dan masyarakat luas, sehingga dalam perkembangannya sudah dibentuk beberapa pusat/sentral pembinaan Merpati Putih di beberapa cabangnya.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa Perguruan Pencak Silat Bela Diri Tangan Kosong Merpati Putih mendapat tempat diberbagai kalangan sebagai salah satu aset kebudayaan bangsa yang patut dibanggakan dengan tidak menghilanglan jatidirinya sebagai perguruan pencak silat dengan bernaung dibawah bendera IPSI.


apa bilang Merpati Putih tidak bisa semakin keren???
Dengan melibatkan Profesor & Doktor untuk Pakar Budaya & Sejarah, Melibatkan Pakar Medis dari Dunia kesehatan, melibatkan Para praktisi & pemerhati beladiri Tradisional Asli Indonesia dan Asing.
Rapat Panitia Inti “Merpati Putih dalam Galeri Seni & Bedah kitab Merpati Putih Galenganing Jagad karya Gagak Handoko” dalam rangka menyambut HUT Merpati Putih tahun 2018. Rangkaian kegiatan menyambut puncak Acara di April 2018 :
Januari 2018 —– Merpati Putih dalam Urban Life Style ( Meditasi dan Kesehatan)
Februari 2018 —– Merpati Putih dalam pendekatan Spiritual Jawa
Maret 2018 —– Merpati Putih dan Tuna Netra
dan Puncak Acara :
April 2018 —- “Merpati Putih dalam Galeri Seni & Bedah kitab Merpati Putih Galenganing Jagad karya Gagak Handoko”
Penampilan 7 Pendekar Merpati Putih (Contemporary Art Performance), Pergelaran Budaya Beladiri Tradisional Indonesia dan Asing.
Acara ini dibawah naungan Yayasan Saring Hadipoernomo bekerja sama dengan GELAR.
“MERPATI PUTIH BUTUH KARYA”